PROKAL.CO, KETIKA Hudes Coffee baru dibuka, Syam mengaku keteteran. Kini ia dibantu Ari Wahyu Fatikha Krisna, 23 tahun. Hubungan keduanya tidak seperti bos dan karyawan. "Lebih nyaman menyebut kru," ujar Syam.
Awal cerita, Krisna yang penggemar kopi kelas berat rajin nongkrong di Hudes sepulang kuliah. Diajak bergabung, mahasiswa Universitas Lambung Mangkurat itu kegirangan.
Krisna bukan sekadar penikmat kopi. Dengan rambut gondrong terikat, ia rajin berkeliling Kalsel. Melacak keberadaan kebun-kebun kopi tersembunyi. Meski modalnya hanya sekelumit informasi.
"Saya penasaran setengah mati. Masa iya kopi asli Kalsel cuma ada di Pengaron," ujar Krisna bersemangat. Hasilnya, ia menemukan sejumlah kebun kopi yang tersebar di Kabupaten Tanah Laut, Balangan dan Kotabaru.
Jika Pengaron datang dari jenis Robusta, maka ia menemukan kopi lain dari jenis Liberika. Secara ukuran, biji Liberika dua kali lebih besar dari Pengaron. Rasanya juga manis, tidak sepahit atau sekuat Pengaron. Agak asam dengan aroma nangka.
Lucunya, kopi ini ia temukan secara tak sengaja dari kebun milik orang tua. Ceritanya, sang bapak barusan membeli sebidang tanah di Kecamatan Bajuin, Tala. Di sana ada tiga pohon kopi liar. Cikal bakal awal kebun kopinya.
"Tolong, ekspektasinya jangan berlebihan. Kebun ini kecil saja. Kopinya juga masih ujicoba," terangnya merendah.
Pemuda kelahiran Solo ini berharap, dalam dua-tiga bulan ke depan, Hudes sudah bisa merilis kopi ini. Sebagai produk baru, pilihan berbeda dari Kopi Pengaron. (fud/at/nur/ema)