PROKAL.CO, BANJARMASIN - Raut muka Kepala Dinas Satpol PP dan Damkar Banjarmasin, Hermansyah dibayangi kecemasan. Jika tak memangkas kegiatan, anggaran bakal keburu habis pada September mendatang. Satpol PP bisa lumpuh.
Padahal, mesin Satpol PP sudah terlanjur panas. Setelah rentetan razia warung sakadup yang menuai sukses saat Ramadan tadi. Ditambah operasi penyakit masyarakat (pekat) yang berhasil menyapu jalanan kota dari anak jalanan (anjal), manusia gerobak dan pekerja seks komersial (PSK).
"Kalau kami terus bekerja seperti sekarang, pada bulan September, kas kami sudah kosong. Sampai Desember, Satpol PP tak bisa ke mana-mana," ujarnya.
Namun, Hermansyah enggan menurunkan intensitas gerakan anak buahnya. Menjadi kendor bukan pilihan. Dia memilih untuk memohon usulan tambahan anggaran. "Pada APBD Perubahan nanti harus ada tambahan," imbuhnya.
Lantas, mengapa masalah ini bisa terjadi? Apakah lantaran anggaran yang memang cekak atau Satpol PP terlampau boros? Dibanding SKPD lain, hampir 100 persen anggaran dinas ini terserap untuk kegiatan lapangan.
Bukan pengadaan barang atau belanja proyek seperti SKPD lain, contoh Dinas Pekerjaan Umum. "Sebenarnya, saat APBD 2018 digodok pada tahun 2017, kami mengusulkan anggaran Rp15 miliar. Itu cukup untuk kebutuhan setahun," jelas Hermansyah.
Demi kebijakan "mengeratkan ikat tali pinggang", banyak usulan yang dipotong. Tak terkecuali bagi Satpol PP. "Dibanding tahun-tahun sebelumnya jelas menurun. Dikasih Rp13,4 miliar. Anggaran segitu cuma sanggup bertahan sampai September," tukasnya.
Sementara Satpol PP kini kian gemuk. Setelah dilebur dengan Perlindungan Masyarakat (Linmas) dan Pemadam Kebakaran (Damkar). Menyusul perubahan nomenklatur SKPD.
Belum Bisa Menambah Personil
Tulang punggung Satpol PP ada di Seksi Ketertiban Umum (Tibum). Merekalah yang sering bergerak di lapangan. Dari pengintaian target, penindakan, hingga penjatuhan sanksi kepada pelanggar perda.
Seksi itu dihuni 125 personil. Di-back up oleh 40 personil dari Linmas yang menyandang status Reaksi Tanggap Cepat (RTC). Jika merujuk protap polisi pamong praja dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No 54 Tahun 2011, jumlah personil itu masih dianggap kurang.
"Untuk standar kota sebesar Banjarmasin, minimal perlu 250 personil," kata Hermansyah. Kondisinya agak mendingan. Sebab, 165 personil berstatus PNS tersebut dibantu 155 personil berstatus tenaga kontrak.
"Idealnya memang PNS, tapi melihat kemampuan APBD, tak sanggup kami menggaji 300 personil PNS," imbuhnya. Tenaga kontrak ini digaji Rp1 juta per bulan. Ditambah uang lelah Rp100 ribu per hari.
"Nah, dalam satu bulan, rata-rata mereka bekerja di lapangan sebanyak 22 hari. Kalikan saja semuanya berapa," tukasnya.
Karena itulah, Hermansyah memastikan dinasnya takkan merekrut personil baru. Takkan ada lowongan. Dia lebih memilih memaksimalkan yang ada. "Perekrutan hanya memungkinkan untuk mengganti yang mengundurkan diri atau dipecat," pungkasnya. (fud/at/nur)