BANJARMASIN - “Walaupun saya tidak di Barito lagi saya tetap cinta dan mendoakan supaya Barito selalu sukses, amin. Siapapun pelatih Barito tolong didukung demi tim kesayangan kita. Saya selalu merindukan kalian semua”. Itulah penggalan posting yang ditulis Salahudin di akun facebook-nya beberapa waktu lalu. Pelatih berdarah Palembang itu merelakan Barito Putera kepada Mundari Karya.

Saat ditemui kemarin (10/2) pagi Salahudin terlihat santai. Dirinya mengenakan kaos abu-abu dan celana selutut coklat. Tak ketinggalan topi pet yang kerap digunakan dalam latihan, maupun pertandingan.

Seolah tak ada masalah. Padahal dia sedang deg-degan menunggu jalannya operasi Siti Liani di RS Suaka Insan. Yakni anak perempuannya.  Ya, beberapa bulan lalu putrinya itu mengalami kecelakaan lalau lintas di perempatan Tarakan.

Kala itu Salahudin ditemani dua pria paruh baya. Dua-duanya mengenakan peci. Mereka sedang asyik ngobrol di depan mushala rumah sakit. Kebetulan yang dibahas adalah masalah sepak bola.

Pelatih 46 tahun itu sudah mendengar tentang penunjukan Mundari Karya sebagai pelatih Barito sejak jauh hari. Dia meresponnya dengan hangat. Tak ada raut wajah kecewa, apalagi marah. “Inilah yang terbaik bagi saya dan Barito Putera,” ucapnya seraya tersenyum.

Ekspresi yang ditunjukan wajah Salahudin tak dapat dibohongi. Meski mampu melempar senyum, tetap saja masih ada raut kesedihan. Maklum, dia melatih Barito Putera sejak 2007 silam.

Salahudin punya sejarah panjang bersama Barito.  Dia hanya butuh waktu 5 tahun mendongkrak klub berjuluk The Yellow River itu. Mulai Divisi II hingga Indonesia Super League (ISL).

Sebelum melatih, nama Salahudin sudah akrab ditelinga fans fanatik Barito. Sebab dirinya juga pernah berstatus sebagai pemain mulai tahun 1988 hingga 1995. “Bagaimana pun, Barito sudah saya anggap sebagai keluarga sendiri. Mungkin nanti yang membedakan hanya status saja,” ungkapnya.

Secara pribadi Salahudin meminta kepada fans agar tetap loyal kepada Barito Putera. Dia tidak ingin kecintaan suporter berkurang hanya karena ada pergantian. Entah itu pemain ataupun pelatih. “Segala sesuatunya tidak ada yang abadi. Dan ini bukan alasan untuk kecewa, apalagi marah,” tutur pelatih berkepala plontos tersebut. (nur/az/arh)