Menelusuri Jejak Monumen Perang Banjar

- Rabu, 2 Januari 2019 | 10:35 WIB

Jika Anda rajin mengulik arsip foto Banjarmasin tempo dulu di internet, pasti pernah melihat monumen gotik ini. Namanya Monumen Perang Banjar. Di mana sisa bangunan itu sekarang? 

BANJARMASIN adalah kota tua. Usianya kini 492 tahun. Setahun lebih tua dari Jakarta. Namun, tak banyak peninggalan bersejarah yang bisa diselamatkan.

Penyesalan itu terlontar dari mulut Wali Kota Banjarmasin, Ibnu Sina. Dia mengambil contoh Monumen Perang Banjar yang dulu berdiri di alun-alun kota. Persis di depan kediaman Residen Banjarmasin. Kini menjadi kantor gubernur di Jalan Sudirman.

Tak jauh dari situ, berdiri Fort Van Tatas (Benteng Tatas). Simbol dari pencaplokan Belanda di Tanah Banjar. Kini menjadi Masjid Raya Sabilal Muhtadin.

"Saya beberapa kali menanyakan keberadaan monumen itu pada tetua dan sejarawan. Sayang, memang tak bisa ditemukan lagi. Jejaknya benar-benar sudah menghilang," ujarnya.

Ketertarikan Ibnu bermula dari sebuah fakta sejarah. Monumen itu ternyata kembar tiga. Satu dipancang di Batavia (Jakarta), satu lagi di Padang, dan terakhir di Banjarmasin. "Ketiganya dikirimkan langsung dari Belanda," imbuhnya.

Sejarah mencatat, monumen itu diresmikan pada 19 Februari 1867. Terbuat dari besi tuang. Dindingnya dipenuhi relief. Lantainya dilapisi marmer. Sementara bagian atasnya runcing dihias salib kecil. Kental oleh pengaruh arsitektur kuno Eropa bergaya gotik.

Pemerintah Hindia Belanda membangun monumen untuk mengenang banyaknya serdadu mereka yang gugur selama Perang Banjar.

Dalam versi Belanda, peperangan itu hanya berlangsung dari tahun 1859 sampai 1863. "Meski singkat, ini bukti betapa dahsyatnya Perang Banjar," tegasnya.

Ibnu pun berandai-andai, jika monumen itu masih ada, tentu bukan sekadar menjadi objek wisata. Tapi juga menjadi pelajaran bagi anak dan cucu. "Artinya Belanda menganggap perlawanan orang Banjar itu sangat sengit," pungkasnya.

Beberapa orang kerap salah paham. Mengira lokasi Monumen Perang Banjar berada di Siring Nol Kilometer, Jalan Sudirman. Kebetulan, di samping panggung terbuka siring, berdiri tugu besar berwarna putih.

Maklum, tugu itu tidak dilengkapi prasasti yang memuat penjelasan kepada pengunjung. Padahal, namanya adalah Tugu Nol Kilometer.

"Tidak. Posisi monumen diperkirakan di seberang tugu. Di halaman kantor gubernur yang lama," kata Mansyur, dosen sejarah dari FKIP Universitas Lambung Mangkurat, kemarin (1/1).

Posisinya terungkap dari beberapa foto tua yang disimpan Tropenmuseum, Belanda. Foto-foto itu diambil sekitar tahun 1890. Dari model manusia yang berdiri di samping monumen, ditaksir ketinggiannya antara tujuh sampai delapan meter.

Kisah monumen ini ditulis Mansyur dalam buku berjudul Bandjarmasin Tempo Doeloe: Sketsa Kecil dari Bingkai Masa Lalu. Buku setebal 219 halaman itu diterbitkan Mei 2018 tadi oleh Rujak Center for Urban Studies.

Halaman:

Editor: aqsha-Aqsha Radar Banjarmasin

Tags

Rekomendasi

Terkini

Pertanyakan Konsistensi Dinas PUPR

Selasa, 23 April 2024 | 08:45 WIB
X