Karna Kebimbangan Pemerintah 29 Ribu Pekerja Tidak Terlindungi

- Selasa, 22 Januari 2019 | 13:34 WIB

Pencairan klaim BPJS Ketenagakerjaan mengalami kenaikan. Antara tahun 2017 ke 2018, bahkan hampir 50 persen. Faktanya, masih ada puluhan ribu pekerja yang belum terlindungi. Menghadapi perusahaan-perusahaan itu, pemerintah bimbang menjatuhkan sanksi.

Lima tahun silam, kewajiban perusahaan untuk mendaftarkan karyawannya ke BPJS Ketenagakerjaan berlaku. Selama itu pula, pemerintah terjebak dilema. Ingin bersikap tegas, malah terjadi pembiaran.

"Menjadi dilema. Ada masalah yang lebih besar untuk dipikirkan. Kalau sanksi dijatuhkan, takutnya perusahaan bangkrut. Jalan perekonomian tersendat," kata Kepala Dinas Koperasi Usaha Mikro dan Tenaga Kerja Banjarmasin, Priyo Eko Wusono, kemarin (21/1).

Priyo menyebutkan, ada 79 ribu lebih pekerja di Banjarmasin. Tapi baru 50 ribu yang terlindungi BPJS Ketenagakerjaan. Sisanya, 29 ribu pekerja, dibiarkan bekerja siang dan malam tanpa perlindungan.

Seperti jaminan pengobatan saat ditimpa kecelakaan kerja, kepastian uang pensiun, hingga santunan kematian bagi keluarga yang ditinggalkan. Padahal, undang-undang telah menjabarkan sanksinya.

Dari sekadar teguran dan denda. Hingga ancaman bahwa perusahaan tersebut dilarang menikmati pelayanan publik. Meliputi pengurusan izin usaha, izin tenaga kerja asing, IMB (Izin Mendirikan Bangunan), hingga akses mengikuti lelang proyek pemerintah.

Demi iklim bisnis dan investasi, pasal sanksi itu dilupakan. "Kalau pemerintah terlalu saklek, justru berbahaya. Perusahaan tidak bisa berkembang. Maksud saya, perusahaan-perusahaan kecil yang baru tumbuh. Belum stabil," imbuhnya.

Secara sederhana, pembayaran iuran BPJS Ketenagakerjaan dianggap membebani keuangan perusahaan. Anggapan lain, bagi beberapa perusahaan, pekerjanya dinilai tidak bekerja di bidang-bidang yang rawan.

"Contoh, seorang buruh konstruksi jelas menghadapi risiko yang berbeda dengan seorang penyiar radio. Dianggap aman-aman saja," jelas Priyo.

Karena itulah, dia sangsi, cakupan BPJS Ketenagakerjaan bisa mencapai 100 persen.

Dari pengalamannya selama ini, Priyo melihat ada dua jenis perusahaan. Pertama, perusahaan yang secara blak-blakan menyatakan tak sanggup membayar iuran bulanan tersebut.

Sesuai aturan, besaran iuran BPJS Ketenagakerjaan adalah 5,7 persen dari upah pekerja. Pembagiannya, dua persen dibayarkan si pekerja dan 3,7 persen ditanggung perusahaan.

Kedua, untuk menghindari radar pemerintah, hanya pada tahun pertama perusahaan mendaftarkan pekerjanya ke BPJS.

"Pada tahun-tahun berikutnya, siapa yang bisa menjamin mereka bakal ikut lagi? Tidak ada. Inilah sulitnya," tukasnya.

Namun, Priyo menolak jika Disnaker dijadikan kambing hitam dalam masalah ini. Dia mengingatkan, pemerintah hanya menyokong.

Halaman:

Editor: aqsha-Aqsha Radar Banjarmasin

Tags

Rekomendasi

Terkini

Pertanyakan Konsistensi Dinas PUPR

Selasa, 23 April 2024 | 08:45 WIB
X