Jangan Tertipu!! Waspada Penipuan Berkedok Fogging

- Rabu, 30 Januari 2019 | 12:33 WIB

Demam berdarah ternyata dimanfaatkan segelintir penipu. Mencari rupiah dari balik kepulan fogging. Dinas Kesehatan Kalsel meminta masyarakat waspada.

"Kami menerima laporan dari Banjarbaru dan Barito Kuala. Ada orang berkeliling menawarkan fogging. Setelah fogging, meminta bayaran," kata Kasi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes Kalsel, Bambang Soepodo, (28/1).

Bambang menegaskan, ongkos fogging ditanggung anggaran pemerintah. Alias gratis. "Kalau bertemu yang seperti itu, langsung saja dilaporkan ke polisi," imbuhnya.

Para penipu ini rupanya memanfaatkan kekhawatiran warga atas ancaman nyamuk Aedes Aegypti. Prosedur untuk fogging juga tak sederhana.

"Harus ada kasus positif DBD. Ditempuh setelah PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk). Fogging itu sebenarnya zat kimia beracun. Makanya tak bisa sembarangan," imbuhnya.

Kabid P2P Dinkes Kalsel, Sahrian Noor menambahkan, masyarakat kerap salah kaprah. Mengira fogging sebagai solusi. Padahal, asap putih itu hanya membunuh nyamuk dewasa. Sementara telurnya tetap aman.

Jika tak tewas di tepukan tangan manusia, Nyamuk Aedes Aegypti mampu hidup selama 60 hari. Dalam umur yang pendek itu, ia mampu bertelur sampai 10 kali. Sekali bertelur, bisa sampai seratus.

"Penelitian terbaru menunjukkan, nyamuk ini telah bermutasi. Virus itu sudah melekat sejak dari telur," jelasnya.

Maka, tak ada penangkal demam berdarah selain pemberantasan jentik nyamuk. Berbeda dengan nyamuk lain, Aedes Aegypti menyukai air bersih yang terpisah dari tanah.

Jentiknya bisa muncul pada bekas botol air mineral, ban bekas, talang rumah, hingga tempat pembuangan dispenser dan kulkas.

"Makanya kawan-kawan di sini menjulukinya sebagai nyamuk kota," sebut Sahrian. Sebagai pencegahan tambahan, anak-anak diminta tidur mengenakan kelambu. Atau membiasakan diri memakai lotion anti nyamuk.

Sepanjang Januari 2019, dari 13 kabupaten dan kota, tercatat sudah ada 339 kasus. Satu pasien dari Tanah Laut dinyatakan tewas.

"Korban jatuh karena terlambat ditangani. Kita kerap menggampangkan. Dikira Paracetamol sudah cukup. Setelah parah, baru diantar ke rumah sakit," jelasnya.

Ketika sudah terlambat, telah terjadi sekian kerusakan fatal. Pembuluh darah pecah, serangan fungsi otak, hingga gangguan ginjal.

"Ujung-ujungnya, rumah sakit dan Dinkes lagi yang disalahkan," keluhnya.

Halaman:

Editor: aqsha-Aqsha Radar Banjarmasin

Tags

Rekomendasi

Terkini

X