Yusuf Berikan Sejumlah Catatan dalam SAKIP Award 2018

- Kamis, 7 Februari 2019 | 12:24 WIB

MUHAMMAD Yusuf Ateh memberikan sejumlah catatan dalam SAKIP Award 2018. Yusuf adalah Deputi Bidang Reformasi, Birokrasi, Akuntabilitas Aparatur dan Pengawasan KemenPAN-RB. Dia menyebut ada beberapa masalah kambuhan mengapa anggaran menjadi boros.

"Pertama, terbiasa bekerja tanpa berorientasi kepada hasil. Anggaran sudah keburu habis, tapi hasilnya tak terukur. Karena sedari awal ukuran-ukuran keberhasilannya tidak jelas," kata Yusuf.

Inilah saatnya bagi kepala daerah untuk meninggalkan pola pikir lama. Yang menjadikan serapan anggaran sebagai satu-satunya acuan kinerja.

Menjelang akhir tahun, jika anggaran terserap habis, artinya kinerja sudah oke. Sementara jika silpa (sisa lebih perhitungan anggaran) banyak tersisa, maka kinerjanya dicap jelek.

Masalah lain, kecenderungan menyusun program yang melenceng dari skala prioritas pembangunan daerah.

"Banyak rincian kegiatan yang tidak sesuai dengan tujuan pembangunan," imbuhnya.

Singkat cerita, Yusuf ingin menegaskan bahwa APBD kerap disusun berdasarkan pola-pola yang telah menjadi rutinitas. Ada beberapa program baru, selebihnya cukup jiplak dan tempel.

"Faktanya, banyak kegiatan pemerintahan yang sebenarnya tidak bermanfaat. Akhirnya menjadi pemborosan uang rakyat," tegasnya.

Ini tergambar dari evaluasi Rancangan APBD ke Kementerian Dalam Negeri.

Benar, bahwa alokasi minimal 20 persen untuk belanja pendidikan telah dipenuhi. Begitu pula dengan alokasi minimal 10 persen untuk belanja kesehatan. Tapi jika rinciannya diamati, sebagian besar tidak tepat sasaran.

"Contoh, pajak kendaraan bermotor menjadi salah satu pemasukan terbesar APBD. Tapi uang itu malah tidak dirasakan pengguna jalan. Dikembalikan untuk perbaikan infrastruktur. Malah belanja hibah dan bansos yang terlampau besar," cecarnya. (fud)

Editor: aqsha-Aqsha Radar Banjarmasin

Tags

Rekomendasi

Terkini

X