Lantunan ayat suci dan zikir disertai Salawat kepada Nabi Muhammad Saw dari Corong Musala Darul Mukmin Desa Gambah tetap terdengar setengah jam setelah Salat Isya Berjamaah. Dibagian teras musala kecil tepi jalan arah ke Objek Wisata Pagat, kaum ibu juga berkumpul sambil memotong-motong ketupat.
------------------------------------------
MUHAMMAD AMIN, Barabai
------------------------------------------
Kegiatan menyantap ketupat bersama-sama sambil memanjatkan doa kepada Yang Maha Kuasa, sudah menjadi tradisi turun menurun yang dilakukan warga Desa Gambah, Kecamatan Barabai. Kaum laki-laki memanjatkan doa agar kampung terbebas dari marabahaya, sedangkan kaum perempuan lebih asyik memotong-motong ketupat.
Menu lengkap ketupat siap makan itu berasal dari sumbangan warga. Soal rasa dan kekentalan kuah ketupat serta kualitas berasnya tentu saja berbeda-beda, karena yang membuatnya juga berbeda orang. Tergantung keahlian sang pembuatnya.
Uniknya, semua ketupat yang diantar warga ke musala itu langsung dicampur termasuk dengan kuah dan lauk pauknya dalam satu wadah. Lauk ikan, ayam, atau telor dipotong kecil-kecil sedangkan kuah ketupat dicampur jadi satu. Sementara itu ketupat juga dicampur dan dipotong kecil-kecil. Hasil racikan dari ketupat yang dicampur itulah yang menjadi menu makan malam seusai kaum laki-laki memanjatkan doa tolak bala.
Logikanya rasanya akan menjadi aneh karena tidak semua warga ahli membuat ketupat enak namun ikut berpartisipasi. Namun disitulah rahasianya, bila menu ketupat yang telah dicampur dan dihidangkan tetap enak rasanya saat disantap, warga sangat percaya doa mereka dikabulkan oleh Allah SWT sedangkan hasil padi mereka tahun ini akan baik atau terhindar dari musibah. “Semoga ladang pertanian kami terus meningkat dan anak-anak berhasil mengeyam pendidikan serta kampung kami aman sentosa,” kata Khairani, Imam Musala Darul Mukmin Desa Gambah Kecamatan Barabai, sambil menikmati hidangan ketupat campur-campur yang disiapkan kaum perempuan dari teras musala.
---------- SPLIT TEXT ----------
Tolak bala yang dilaksanakan warga setiap tahunnya sebanyak tiga kali dan biasanya tiap Malam Senin dengan membaca Ayat Suci Alquran, ada juga Tahlil, dan zikir bersama. Setelah tiga kali menggelar tolak bala, warga selalu menghidangkan ketupat campur. Sebanyak tiga kali menggelar tolak bala, ketupat yang diberikan warga itu selalu enak dimakan sehingga warga pun senang karena yakin doa mereka dikabulkan.
Dia sendiri tidak mengetahui kapan ritual itu berlangsung, apalagi dia baru tinggal di Desa Gambah sekitar 20 tahun, sedangkan ritual seperti itu telah ada sejak dia belum tinggal di Gambah. Ia tetap menghormati tradisi tersebut, selain mencari pahala yang lebih penting merekatkan tali silaturahmi serta memberikan semangat kepada warga bahwa ikhtiar yang mereka jalankan bisa berjalan sesuai harapan.
Abdul Azis, sesepuh Desa Gambah juga membenarkan tradisi itu telah ada sejak lama. Prosesi tolak bala dengan ketupat campur itu ujarnya adalah wahana ungkapan syukur kepada pencipta. Ketupat lengkap dengan menu enaknya adalah alat untuk mengungkapkan rasa suka cita bahwa hasil pertanian yang mereka usahakan bisa berhasil.
“Intinya kami berdoa dan berusaha, ketupat tolak bala tentu saja enak karena hampir semua warga suka ketupat. Masing-masing rumah yang membawakan bekal ketupat ke musala tentu berusaha masakannya enak, makanya hasilnya selalu enak dimakan,” katannya sambil tersenyum.
Dia menilai, sejak rutin menggelar tolak bala Desa Gambah lebih tenang dan tentram. Sesama warga mulai saling mengenal sekaligus mencegah kejahatan karena sudah saling mengenal sebagai antisipasi kerawanan sosial di desa. Musalla kecil ini, ujarnya menjadi perekat warga yang selalu rutin salat berjamaah. Beberapa kasus kriminal hampir nihil ditemukan di Gambah. (ram)