Menilik Pembuatan Wayang Kulit Banjar di Kabupaten HST

- Kamis, 14 Februari 2019 | 11:20 WIB

Taufik Rahman Hidayat tak hanya piawai memainkan Wayang Kulit Banjar. Sudah tak terhitung jumlah wayang kulit yang pernah dibuatnya. Dia berharap kesenian wayang tetap lestari.

------------------------------------------------------

WAHYU RAMADHAN, Desa Panggung

------------------------------------------------------

Dalam dunia pewayangan, dalang berarti seseorang yang mempunyai keahlian khusus memainkan wayang. Keahlian ini biasanya diperoleh dari bakat turun temurun dari leluhurnya. Begitu pula Taufik Rahman Hidayat atau yang akrab disapa Dalang Upik.

Lelaki asal Desa Panggung, Kecamatan Haruyan, Hulu Sungai Tengah ini mendapatkan ilmu pewayangan bukan dari bangku sekolah. Tapi, justru dari sang ayah, Dalang Saderi, yang kerap memboyong Dalang Upik ke tiap pertunjukan wayang.

"Sejak duduk di bangku Sekolah Dasar, sudah dikenalkan ayah dengan wayang. Beranjak setelah lulus Tsanawiyah, mulai ikut memasarkan wayang. Mulai dari memainkan wayang (mendalang, red), sampai menjadi perajin wayang," ungkapnya, ketika ditemui Radar Banjarmasin, di kediamannya kemarin (13/2) siang.

Menemui lelaki kelahiran 4 Juli, ini cukup gampang. Kediamannya, berdampingan dengan Posko Pemadam Kebakaran Pandawa, di pinggir jalan kawasan Desa Panggung.

Kiri kanan jalan, ramai masyarakat menjual hasil kerajinan tangan. Mulai dari sapu ijuk hingga celengan warna-warni berbagai bentuk dan ukuran.

Di kalangan para dalang, perajin Wayang Kulit Banjar disebut dengan nama Tatah Suging, atau pemahat wayang. Untuk membuat wayang, menurut Dalang Upik sulitnya kurang lebih sama dengan memainkan wayang. Alias tak bisa sembarangan.

Mulai dari keahlian menggambar, pemilihan kulit hewan yang dipakai, hingga memasuki proses pemahatan.

Terkait bahan yang digunakan untuk membuat wayang, Kalimantan selatan punya filosofi tersendiri.

Di Jawa, bahan yang digunakan untuk membuat wayang terkenal dari kulit kerbau. Sementara di Banua, identik memakai dua kulit hewan. Yakni, sapi atau kambing.

"Orang tua dahulu mengatakan sapi dan kambing, bisa diarak di mana saja. Mau di desa atau di kota tak masalah. Dengan harapan, Wayang Kulit Banjar bisa tampil di mana saja," tuturnya.

Memasuki tahap pembuatan, kulit yang dipotong sesuai ukuran besar wayang tak bisa langsung dipahat. Melainkan, dibersihkan dahulu dari bulu-bulu yang menempel. Kemudian, direndam menggunakan air yang sudah dicampur kapur selama beberapa saat, agar kulit yang cukup alot menjadi lembek.

Halaman:

Editor: aqsha-Aqsha Radar Banjarmasin

Tags

Rekomendasi

Terkini

Rem Blong, Truk Solar Hantam Dua Rumah Warga

Kamis, 28 Maret 2024 | 19:00 WIB

Masalah Pendidikan Jadi Sorotan Ombudsman

Kamis, 28 Maret 2024 | 16:50 WIB

Gempa 3,3 Magnitudo Guncang Kotabaru

Kamis, 28 Maret 2024 | 15:58 WIB
X