BPJS: Kami Sudah Habis Digoreng

- Sabtu, 16 Februari 2019 | 10:19 WIB

BANJARMASIN - Tunggakan BPJS Kesehatan di rumah sakit terus bermunculan dari tahun ke tahun. Dalam kunjungan ke Rumah Sakit Ulin kemarin (15/2) pagi, BPJS Kesehatan dan Komisi IX DPR RI curhat tentang masalah klasik tersebut.

"Dalam pandangan orang awam disebut defisit. Tapi yang terjadi sebenarnya mismatch (ketidaksepadanan)," ucap Direktur Hukum, Kepatuhan, dan Hubungan Antar Lembaga BPJS Kesehatan, Bayu Wahyudi.

Pada tahun 2014, premi bulanan pasien BPJS kelas 3 mestinya dikenai Rp36 ribu. Namun, pemerintah ngotot pada angka Rp23 ribu.

Seiring waktu, selisih Rp13 ribu itu terus membesar karena inflasi. Harga obat kian mahal. Demikian pula jasa dokter.

"Lalu premi pekerja non penerima upah mestinya Rp48 ribu. Tapi dibayarkan Rp25.500. Ini hasil perhitungan para ahli dan akademisi lho. Jadi bukan nominal sembarangan," imbuhnya.

Beranjak ke tahun 2016, BPJS coba menaikkan tarif premi dari Rp25 ribu ke Rp30 ribu. Terbitlah Perpres No 19 tahun 2016.

"Di DPR, kami justru habis digoreng-goreng. Perpres No 19 kemudian dianulir. Dibatalkan. Terbitlah Perpres No 28 yang mempertahankan angka lama," tukas Bayu.

Dampaknya mudah ditebak. Keuangan BPJS Kesehatan terbebani. Pembayaran utang molor. Dan protes para direktur rumah sakit ramai menghiasi halaman koran.

Demi menyelamatkan BPJS yang terancam limbung, belum lama ini presiden menyetujui suntikan dana tambahan. Sebesar Rp6,7 triliun pada bulan Februari. Ditambah Rp2,1 triliun pada bulan Maret.

Apakah ini berkenaan dengan tahun politik? Presiden enggan menyetujui kenaikan premi. Lantaran kebijakan itu bakal dipandang tidak populer menjelang pemilu. Apakah begitu? Mendengar pertanyaan itu, Bayu hanya bisa tertawa.

Sementara itu, Anggota Komisi IX, dr Suir Syam enggan disalahkan oleh BPJS. Dia menekankan, DPR harus menolak usulan kenaikan premi.

"Perlu ditolak. Karena kondisi ekonomi masyarakat sedang berat," ujarnya.

Namun, DPR memahami kondisi sulit yang dihadapi BPJS. Karena itu, DPR mendorong agar selisih kenaikan premi ditanggung APBN. Khusus bagi pasien terkategori PBI (Penerima Bantuan Iuran).

"Kami justru mendorong. Silakan BPJS memakai Rp36 ribu itu. Tapi sisanya harus dibayarkan pemerintah. Rupa-rupanya pemerintah sedang enggak ada duit. Jadi beginilah akhirnya," tukas Suir.

Terkait kondisi yang dialami Rumah Sakit Ulin di Banjarmasin, kembali kepada Bayu, BPJS menawarkan jalan keluar. Sebagai rumah sakit milik pemprov, Ulin sebenarnya diizinkan mencari pinjaman ke bank daerah.

Halaman:

Editor: aqsha-Aqsha Radar Banjarmasin

Tags

Rekomendasi

Terkini

X