KENAPA YA...? Partai Politik Tak Lagi Dilirik di Pilpres 2019

- Minggu, 24 Maret 2019 | 08:47 WIB

BANJARMASIN - Pembatalan kepesertaan pemilu yang menimpa empat partai politik di Kalsel menunjukkan dua hal kepada masyarakat. Tekad politik yang rendah dalam pemberantasan korupsi. Dan krisis kaderisasi parpol yang kian akut.

Pandangan itu diutarakan Direktur Eksekutif Jaringan Demokrasi Indonesia (JaDI) Kalsel, Samahuddin Muharram. "Saya prihatin. Tidak menyampaikan LADK sampai-sampai harus dicoret dari pemilu," ujarnya, kemarin (23/3).

Pembatalan itu menimpa Partai Garuda, Partai Berkarya, Partai Solidaritas Indonesia (PSI), serta Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI). Pembatalan hanya berlaku di Kabupaten Tapin, Hulu Sungai Utara, Balangan, Tanah Laut, Barito Kuala, dan Kota Banjarmasin.

Harus dicatat, di provinsi lain pembatalan bahkan menimpa partai-partai besar dan berpengalaman. Sanksi pembatalan tak hanya menimpa partai-partai gurem.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI mensahkan pembatalan itu pada Kamis (21/3) tadi. Sanksi administratif dijatuhkan karena parpol tidak melaksanakan kewajibannya. Menyampaikan Laporan Awal Dana Kampanye (LADK) kepada KPU hingga batas waktu pada 10 Maret lalu.

Tanpa laporan rekening dana kampanye, tak ada transparansi kepada publik. Parpol bisa seeenaknya menerima sumbangan dari sana-sini. "Masyarakat akan mencap mereka tidak serius dalam melawan korupsi," imbuh mantan Ketua KPU Kalsel tersebut.

Sebenarnya, keempat parpol itu enggan melaporkan LADK lantaran memang tak memiliki caleg. Tak seorang pun diajukan pada pemilihan DPRD kabupaten atau kota setempat. "Tidak punya caleg? Berarti mereka tidak siap dong menghadapi pemilu," cecarnya.

Samahuddin mengingatkan, parpol adalah organisasi kader. Sudah selayaknya mereka menyiapkan kader-kadernya sesuai kuota yang tersedia di setiap dapil. Yang terjadi justru sebaliknya. Parpol gagap menghadapi Pileg 2019.

Karena kaderisasinya macet, parpol terpaksa merendahkan diri. Meminang orang-orang luar yang belum pernah berjuang bersama parpol. "Jika kaderisasi berjalan, tak ada alasan bagi parpol untuk tidak memiliki caleg," ujarnya.

Apa sebenarnya yang terjadi? Samahuddin melihat, parpol kian menua. Meniti karir di parpol bagi sebagian anak muda tidaklah seksi. "Kaum muda belum begitu tertarik terjun ke politik praktis. Wajar, karena tuntutan ongkosnya sangat besar. Anak muda harus berpikir 10 kali sebelum bergabung ke parpol," bebernya.

Jika ada anak muda yang bergabung ke parpol sejak dini, lazimnya karena sudah mapan. "Terkecuali bagi yang sudah mapan secara ekonomi. Atau karena memiliki jaringan patron politik," tambahnya.

Namun, bukan berarti Samahuddin membenarkan sikap apatis. Masih ada peran lain yang bisa diambil anak muda pada pemilu. "Membantu mengawasi pemilu untuk meminimalisir tingkat kecurangan. Agar kepercayaan publik kepada pemilu kembali tinggi," pungkasnya. (fud/by/ran)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

X