PUBG, Menanti Fatwa MUI, Gamer Banua Ikut Meradang

- Minggu, 31 Maret 2019 | 12:31 WIB

BANJARMASIN - Majelis Ulama Indonesia (MUI) sedang mengkaji keperluan fatwa haram untuk game online. Terutama game bergenre pertempuran yang sedang digandrungi anak muda. Yang kini ngehits sebutlah Player Unknown's Battlegrounds (PUBG).

Desakan mengharamkan PUBG dan game sejenis mencuat setelah teror horor di Selandia Baru, pertengahan Maret tadi. Seusai menunaikan ibadah salat Jumat, 50 jemaah dibantai secara brutal dengan senjata api.

Aksi penyerangan ke dua masjid di Kota Christchurch itu disiarkan secara live di Facebook. Dengan sudut pandang video bak game PUBG. Sayang, sebelum diblokir Facebook, rekaman berdurasi 17 menit itu keburu diunduh ribuan penonton.

Sebagian orang kemudian mengaitkan aksi teroris itu dengan dampak buruk kecanduan game. Tanpa melihat ideologi rasis dan fasis yang diusung pelaku. Orang tua yang memiliki anak pecandu game pun ikut-ikutan gelisah.

Sontak, wacana fatwa haram itu menyulut kontroversi. Para gamer marah, bahkan ada yang nekat mem-bully MUI. Mereka mengingatkan bahwa gaming merupakan bagian penting dari industri e-Sports. Olahraga elektronik yang sudah diakui di Indonesia.

Lalu, bagaimana sebenarnya Islam memandang aktivitas bermain game online? Ustadz muda yang juga mahasiswa doktoral Universitas Islam Negeri (UIN) Antasari, Wahyudi Ibnu Yusuf angkat bicara. Wahyudi meminta masyarakat menghargai posisi MUI. Sebagai muslim, sudah sewajarnya mengetahui hukum perbuatannya. Haram atau halal. Dilarang atau dibolehkan.

"MUI ingin membantu umat dalam menunjukkan status hukum suatu perbuatan. Dalam hal ini game online seperti PUBG," ujarnya.

Dia juga mengapresiasi MUI yang amat berhati-hati. Tak buru-buru menerbitkan fatwa. Lebih dulu mengundang sejumlah pakar untuk duduk bersama membahasnya. Dari ulama, psikolog, hingga sarjana teknologi informasi.

"Menurut kajian, hukum asal game online sebenarnya mubah (boleh). Karena ia tergolong benda. Tapi jika diduga kuat bakal mengantarkan pada keharaman, maka hukum wasilah (sarana) itu bisa berubah," jelasnya.

Wahyudi kemudian mengutip kaidah fiqih populer: sarana yang mengantarkan pada keharaman maka hukumnya adalah haram. Apa yang dia maksud haram dalam kasus ini? Dia membeberkan banyak contoh perilaku buruk akibat kecanduan game. Seperti melalaikan kewajiban pekerjaan. Waktu yang terbuang mubazir. Merangsang syahwat (birahi). Dalam jangka panjang, bisa mempengaruhi mental gamer menjadi liar dan kasar. Minimal, kebas terhadap aksi kekerasan berdarah-darah.

Kecaman dan argumen gamer yang menentang fatwa itu berhamburan di media sosial. Wahyudi mengaku geli membacanya.

"Ada sejumlah pernyataan gamer. Katanya daripada kecanduan narkotika, mending kecanduan game. Saya tidak setuju. Kaidah 'daripada' tidak lahir dari cara berpikir yang islami," tegasnya.

Dia mengajak gamer memanfaatkan waktunya untuk perkara yang lebih bermanfaat. Tidak melulu menunduk memandang layar smartphone. Berjam-jam bermain game hingga lupa diri.

"Jadi pernyataan itu mesti diralat. Daripada kecanduan game, mending kecanduan ngaji atau membaca buku. Ada banyak kegiatan positif di luar sana selain game," pungkasnya.

Sementara itu, MUI telah menyatakan, fatwa haram ini tidak cuma mengincar satu merek. Fokusnya pada genre game. Ke depan akan dirilis daftar game yang dibolehkan dan dilarang untuk dimainkan umat Islam.

Halaman:

Editor: berry-Beri Mardiansyah

Tags

Rekomendasi

Terkini

Banjarmasin Pulangkan 10 Orang Terlantar

Jumat, 26 April 2024 | 14:30 WIB
X