Menuju DPR RI: Wajah Baru Bukan Sekedar Penggembira

- Sabtu, 20 April 2019 | 11:33 WIB

BANJARMASIN - Pendatang baru menolak sekadar menjadi penggembira. Dalam pemilihan Anggota DPR RI, sosok Sulaiman Umar dan Khairul Saleh sukses mengobrak-abrik peta kekuatan petahana di Kalsel.

Apa rahasianya? Pengamat politik Ani Cahyadi coba membedahnya. "Khusus terkait Sulaiman, ada tiga faktor," ungkap dosen program pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Antasari tersebut.

Pertama, Sulaiman memilih mesin politik yang tepat. Mengingat daerah pesisir Kalsel merupakan basis merah. Milik PDI Perjuangan. "Maka wajar jika Sulaiman memperoleh banyak suara di sana," ujarnya.

Kedua, memiliki logistik yang kuat. "Agak susah membahasakannya. Maksud saya adalah logistik finansial. Faktanya, tanpa kekuatan uang, sulit untuk memenangi pemilu," imbuhnya.

Ketiga, Sulaiman dekat dengan lingkaran "orang-orang besar" di Banua. Dukungan mereka jelas menguntungkan. Istilah kerennya patronase politik. "Ya, saya kira istilah patron itu tepat," ujarnya.

Nah, berbeda dengan Khairul Saleh. Ani menyebut tokoh Kesultanan Banjar itu mengandalkan logistik sosial. "Jangan lupa, Khairul adalah mantan Bupati Banjar. Dua kali periode lagi. Ini modal bagus," ujarnya.

Otomatis publik sudah mengenalnya. Khairul telah memiliki massa pemilih. "Sebagai pangeran yang telah menjadi sultan, Khairul memiliki logistik sosial yang kuat," pujinya.

Namun, kekuatan utama Khairul bukan pada logistik semata. Dia juga lihai memanfaatkan kekuatan jaringan yang dimilikinya. "Berbicara tentang Khairul, jangan pisahkan dengan Gusti Farid Hasan Aman. Kedua gusti ini harus selalu disandingkan. Suara mereka di Banua Enam menjadi besar berkat jaringan buhan pegustian," bebernya.

Rekapitulasi perolehan suara untuk Pileg memang jauh dari selesai. Tapi di beberapa kawasan di Banjarmasin, ada satu nama yang harus disebut. Yakni Muhidin, mantan Wali Kota Banjarmasin.

Secara mengejutkan, perolehan suara Muhidin terbilang sedikit. Setidaknya jika dibandingkan dengan Sulaiman Umar dan Hasnuryadi Sulaiman.

Ani mengaku terus mengikuti sepak terjang Muhidin. Kesimpulannya, Muhidin memimpin partai yang keliru. "PAN lahir dari rahim Muhammadiyah. Populer di kalangan pemilih Islam modernis. Sementara sosok Muhidin justru tradisional," jelasnya.

Dampaknya, pemilih kebingungan menempatkan posisi Muhidin. "Muhidin ini di posisinya dimana? Enggak jelas," terangnya.

Faktor lain, lahir di Kabupaten Tapin, Muhidin malah berharap besar kepada pemilih di Banjarmasin. Ani menyebut ibukota provinsi sebagai medan yang sulit. Gerak-gerik kandidat lebih terpantau. Karena kantor media terpusat di Banjarmasin. Mata Bawaslu juga lebih waspada.

"Melancarkan serangan darat dan udara di Banjarmasin itu susah. Di sini banyak wartawan. Dibandingkan dengan kabupaten lain, kinerja Bawaslu di sini juga lebih garang," ujarnya.

Muhidin memang dikenal memiliki finansial yang kuat. "Ingat, Banjarmasin dihuni 70 persen pemilih rasional. Bagi pemilih rasional, uang tidaklah penting," pungkasnya.

Halaman:

Editor: miminradar-Radar Banjarmasin

Tags

Rekomendasi

Terkini

Pertanyakan Konsistensi Dinas PUPR

Selasa, 23 April 2024 | 08:45 WIB

Kebakaran, Duit Sisa THR Ikut Hangus

Sabtu, 20 April 2024 | 09:15 WIB
X