Badaruddin, Ustaz Muda yang Berdakwah Keluar Masuk Hutan

- Selasa, 7 Mei 2019 | 15:57 WIB

Saat ini, media sosial menjadi sarana efektif untuk berdakwah. Namun bagaimana memberi pengetahuan Islam bagi mereka yang tinggal di kawasan tanpa internet. Mau tak mau harus ada ustaz yang datang, itulah yang dilakukan Badaruddin.

    Oleh: WAHYUDI, Balangan

BADARUDDIN masih mengisi pengajian, saat Radar Banjarmasin ingin bersilaturahmi dengan ustaz yang bertempat tinggal di Desa Halong Kecamatan Halong ini, Senin (6/5).

Pria kelahiran 1979 ini, rutin membuka pengajian di rumah pribadinya. Luasan rumahnya yang berukuran tak lebih dari 30 meter persegi, membuat Badar harus memanajemen jadwal pengajiannya dengan rapi.

Setiap hari Senin, adalah jadwal pengajian khusus jemaah perempuan. Sedangkan untuk jemaah laki-laki setiap Selasa malam. Ia tidak bisa membuka pengajian setiap hari di rumahnya, karena banyak pengajian di tempat lain yang menunggunya.

Materi ceramah Badar menyentuh hal-hal mendasar dalam kehidupan sehari-hari seorang Muslim. Hal ini menurutnya supaya mudah dicerna masyarakat desa, katanya.

Gazali, salah seorang warga sekitar yang setia menjadi murid Badar mengakui, gaya ceramah ustaz jebolan pondok pesantren Rasyidiyah Khalidiyah (Rakha) Amuntai tersebut renyah, masuk ke segala kalangan usia.

Tak heran, kata dia, jemaah ustaz Badar beragam, dari yang tua hingga anak muda. “Ya termasuk ustaz zaman now,” ucapnya.

Usai menimba ilmu di Rakha selama tiga tahun, Badar melanjutkan pendidikan agama di pondok pesantren Raudhatul Thalibin Amuntai selama sepuluh tahun. Ia kemudian menjadi tenaga pengajar di sana.
Setelah menyelesaikan pendidikan di salah satu perguruan tinggi di Kabupaten HSU dan mendapat ijazah untuk berdakwah dari gurunya di pesantren, Badar memutuskan pulang kampung pada tahun 2013.


Tidak mudah bagi Badar memulai karir dakwahnya. Ia memilih untuk menyiarkan Islam dengan masuk ke pelosok-pelosok perkampungan di punggung pegunungan Meratus, yang mayoritas penduduknya non Muslim. Sejak saat itu, keluar masuk hutan untuk berdakwah menjadi rutinitas baru yang dilakoni Badaruddin hingga sekarang.

“Dulu jalanan yang harus ditempuh hanya setapak, sekarang alhamdulillah sudah bisa dilalui menggunakan sepeda motor. Tapi tetap, setiap kali berangkat harus membawa pakaian cadangan, karena pasti kotor selama perjalanan,” ungkap Badar.

Diakuinya, berdakwah di pedalaman perlu perjuangan ekstra. Selain akses yang susah dan mayoritas warga adalah non Muslim, juga harus memikirkan bagaimana nasib mereka yang memutuskan untuk menjadi mualaf.

Tidak sedikit dari komunitas adat terpencil kemudian memilih masuk Islam. Permasalahan yang muncul, mereka harus memisahkan diri dari komunitas sebelumnya, kalau tidak mau kembali terpengaruh ke keyakinan lama.

Dari sana, Badar melalui salah satu organisasi yang digawanginya sejak awal pulang kampung, Anshorul Muallafin, berupaya mencari jalan keluar. Mereka mengumpulkan dana dari swadaya masyarakat buat membeli beberapa petak tanah di Desa Halong, tidak jauh dari kediaman Badar. “Setelah ada lahan, kita ajukan permohonan bantuan ke CSR, alhamdulillah disambut baik," tuturnya.

Selain memberi tempat tinggal untuk mereka yang baru memeluk agama Islam, pembentukan pemukiman ini juga cukup beralasan: bisa lebih fokus membimbing ilmu agama para muallaf. "Di pemukiman ini kami membentuk majelis taklim, tapi pembahasan dalam majelisnya hanya seputar tata cara peribadatan dasar seperti salat dan wudu, serta belajar membaca Al-Quran," ujar Badar.

Halaman:

Editor: miminradar-Radar Banjarmasin

Tags

Rekomendasi

Terkini

X