Mengenal Sosok Ketua MUI HSU KH Said Masrawan Lc

- Sabtu, 11 Mei 2019 | 15:06 WIB

Tidak semua pelajar mampu lolos dalam beasiswa Universitas Al-Azhar Mesir. Seleksi yang ketat, tak membuat Said Masrawan muda tak ciut untuk mencoba. Sampai akhir tembus di kampus tertua di Dunia itu, dan merasakan Ramadhan di benua Afrika.

Oleh: Muhammad Akbar, Amuntai

Sosok KH Said Masrawan Lc MA merupakan figur yang sangat sederhana. Ia adalah Ketua Majelis Ulama Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU), alumni Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir. Dikenal ramah dan terbuka dengan semua kalangan. Termasuk menerima kunjungan wartawan ini di kantornya.

Padahal alumni Ponpes Rakha Amuntai 30 tahun yang lalu ini, mempunyai jadwal padat, baik sebagai narasumber, dosen dan mengisi undangan ke masjid selama bulan Ramadan. "Saya masih ada kegiatan mengisi ceramah. Kalau mau bisa ketemu jam 14.30 wita. Kita ketemu di kantor (Kantor Kementerian Agama HSU, red)," ujarnya menjawab permohonan wawancara koran ini, Senin (6/5) tadi.

Sebelumnya, penulis juga pernah mewawancara KH Said Masrawan, beberapa waktu sebelumnya terkait kasus ajaran sesat yang tengah ditangani MUI. Namun kali ini, Radar Banjarmasin akan mengangkat kisah Muallim Said -demikian ia biasa disapa- saat belajar di Mesir.

"Banyak kisahnya, tapi ada beberapa yang spesial selama Ramadan,” ujar tokoh kelahiran Sungai Tabukan, 46 tahun silam.

Diantaranya soal salat tarawih. Menurutnya masjid-masjid di sana sangat bervariasi. Ada yang satu malam satu juz, ada juga yang satu rakaat imam hanya membaca lima atau bahkan tiga ayat, langsung rukuk. Soal rakaat, juga seperti di Indonesia, ada yang 8 dan 20.

"Jadi kalau Ramadan, saya dan teman-teman Kalimantan berkeliling dari masjid ke masjid. Naik bus untuk safari Ramadan," ujar Muallim Said yang mengambil jurusan Syariah di Al-Azhar sejak tahun 1991 sampai dengan 1995 silam.

Dari sekian banyak masjid, paling berkesan adalah tarawih di Masjid Amru Bin Ash di kota Fustat, Mesir. Seperti diketahui, Amru bin Ash adalah sahabat Nabi Saw yang membebaskan Mesir dari cengkraman Romawi dan ia kemudian diangkat menjadi wali Mesir oleh Khalifah Umar bin Khattab dan membangun masjid ini, 10 tahun setelah Rasulullah wafat. Inilah masjid pertama di Benua Afrika

“Masjid ini paling banyak jemaahnya, sampai tumpah ruah ke jalan raya,” kenangnya.

Selain daya tarik sejarah masjid tersebut, sang imam masjid juga sangat terkenal pada masa itu. Dia adalah Syekh Muhammad Jibril.

"Salat 20 rakaat dengan bacaan surah satu juz selama 1,5 jam. Khusyuk. Bacaan beliau merdu dan sering membuat terharu, jemaah pun sampai menangis,” ujarnya.

Soal kuliner, di Mesir juga ada semacam pasar Ramadan, letaknya di tepian sungai Nil. Makanan favorit Muallim Said saat itu adalah kue kering Fulldemis, kue khas Mesir bercitarasa manis. Juga roti Hawash, roti yang dipanggang dengan isi daging cincang, bisa daging domba atau sapi. “Rasanya sangat menggugah selera saat berbuka,” kenang Muallim Said.

Orang Mesir juga senang dengan tradisi Maidaturahman, mengajak orang berbuka puasa, siapa saja yang lewat akan diajak. Jamuan gratis yang biasanya dihidangkan di depan toko.

"Mereka mengajak berbuka sampai kami bingung, saking banyaknya orang Mesir yang menawarkan untuk berbuka bersama. Ini salah satu kesenangan mahasiswa saat Ramadan tiba," ujar Muallim Said yang waktu itu menjadi salah satu dari 33 pelajar Indonesia yang bisa masuk Al Azhar. Dari Kalimantan sendiri hanya dua orang termasuk dirinya.

Halaman:

Editor: miminradar-Radar Banjarmasin

Tags

Rekomendasi

Terkini

Pertanyakan Konsistensi Dinas PUPR

Selasa, 23 April 2024 | 08:45 WIB

Kebakaran, Duit Sisa THR Ikut Hangus

Sabtu, 20 April 2024 | 09:15 WIB
X