Rayakan dengan Dentuman untuk Pupuk Kebersamaan

- Sabtu, 18 Mei 2019 | 10:54 WIB

Setiap Ramadan, Kabupaten Hulu Sungai Tengah selalu menjadi ajang pertempuran meriam. Tahun ini, Desa Buluan, Kecamatan Pandawan, Hulu Sungai Tengah (HST) menjadi medan tempurnya.

Oleh: WAHYU RAMADHAN, Desa Buluan

Alunan house music mengiringi belasan pemuda yang sibuk menekuri tiga batang pohon aren berukuran besar di halaman rumah penduduk di RT 4, Desa Buluan, Kecamatan Pandawan, HST. Mereka semua tanpak sibuk dan berkeringat. Ada yang membelah batang pohon kemudian membuang isinya, ada yang menyatukan batang pohon yang sudah dibelah, merekatkannya kembali dengan potongan bambu dan rotan.

Kelak, batang pohon aren inilah yang nantinya dijadikan meriam karbit. Beradu dentuman, merayakan hari kemenangan seusai menjalankan ibadah puasa sebulan penuh di Bulan Ramadan.

Tiga batang pohon aren yang diolah Rabu (15/5) malam itu, bukanlah jumlah total meriam yang bakal dibunyikan di hari pelaksanaan festival meriam karbit. Ketua Pelaksana festival meriam karbit, Basirin (45), mengungkapkan bahwa bakal ada lebih dari 80 meriam yang beradu bunyi nantinya. Digelar semalam suntuk. Tepatnya, di hari kedua Idul Fitri, hingga keesokan harinya.

“Pada saat pagelarannya, Meriam bisa berjumlah sampai 100 batang,” ungkapnya.

Festival meriam karbit, bukan lah hal yang baru bagi masyarakat Kabupaten HST. Tradisi ini, sudah dilakukan turun temurun. Digelar hanya sekali dalam setahun, hanya di Kecamatan Pandawan. Dan tahun ini, Desa Buluan, menjadi tuan rumah pagelaran.

“Mulanya, gelaran ada di Desa Banua Supanggal. Kemudian, bergeser ke Desa Pelajau, Pandawan dan disusul dengan Desa Buluan. Bergantian secara terus menerus,” kata Basirin.

Tak ayal, persiapan demi persiapan sudah lebih dahulu dilakukan. Mulai dari mencari batang pohon aren, hingga pada proses pembuatan. Seperti halnya untuk mendapatkan pohon aren yang panjangnya belasan meter dengan lebar hampir satu meter, masyarakat harus rela mencari sampai ke luar masuk hutan yang ada di Pegunungan Meratus, Kabupaten HST.

Di samping itu, tak sedikit biaya yang digelontorkan oleh masyarakat. Beruntung, semua dana untuk festival meriam karbit, dilakukan melalui swadaya masyarakat atau urunan. Seperti yang diungkapkan oleh warga Desa Buluan, Asra (49). Kepada penulis, lelaki ini menjelaskan, bila dihitung-hitung, total biaya yang dibutuhkan masyarakat untuk sekali pagelaran menelan biaya lebih dari Rp60 juta.

Sebagai contoh, untuk 80 meriam, membutuhkan setidaknya 1, 200 ton karbit. Atau sebanyak 12 drum. Yang apabila diuangkan, harga 12 drum karbit, membutuhkan biaya sekira Rp26 juta. Itu belum termasuk biaya pembuatan satu buah meriam yang taksiran harga paling murah Rp1 juta.

“Untuk menekan biaya, tak sedikit warga yang sudah menyiapkan dana pribadi untuk membeli batang pohon aren, dan membayar upah perajin meriam karbit,” ungkapnya.

Proses pencarian bahan, hingga pembuatan tergolong rumit. Pohon aren yang disediakan, tentu tak bisa langsung dipakai. Melainkan harus melalui berbagai proses. Rahman (28), salah satu perajin meriam karbit, menjelaskan bahwa batang pohon aren terlebih dahulu dibelah memanjang menjadi dua bagian.

Proses pembelahannya pun tak bisa menggunakan gergaji mesin. Alias, harus menggergaji secara manual. Alasannya cukup sederhana, penggunaan gergaji mesin dikhawatirkan bakal membuat belahan menjadi lebar dan bila kembali disatukan, malah tidak terlalu rapat.

“Walau pun membelah dengan gergaji manual tidak terlalu rapi, tapi batang pohon masih bisa disatukan lebih rapat,” paparnya.

Halaman:

Editor: miminradar-Radar Banjarmasin

Tags

Rekomendasi

Terkini

Banjarmasin Pulangkan 10 Orang Terlantar

Jumat, 26 April 2024 | 14:30 WIB
X