Aksi Tahlilan Mahasiswa: Pemilu Serentak Cukup Sekali !

- Selasa, 21 Mei 2019 | 09:42 WIB

BANJARMASIN - Menjelang waktu berbuka puasa, kemarin (20/5), Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) berunjuk rasa di kantor KPU Kalsel. Mahasiswa menuntut pemerintah mengevaluasi Pemilu 2019.

Menyusul korban berjatuhan dari Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS). Aksi belasungkawa digelar KAMMI serentak secara nasional.

"Setelah 17 April, ada 11.239 petugas KPPS yang jatuh sakit. Lalu 527 meninggal dunia. Ini tragedi kemanusiaan. KPU jangan anggap remeh," kata Ketua Umum KAMMI Banjarmasin, Muhammad Alfiansyah.

KAMMI mencap pemerintah telah gagal mengantisipasi dampak terburuk dari pemilu. "Undang-undang pemilu harus direvisi. Cerita ini jangan terulang pada Pemilu 2024," imbuhnya.

Di Kalsel sendiri, KPU mencatat sudah 21 penyelenggara pemilu yang meninggal dunia. Alfiansyah meminta pemerintah lekas mencairkan santunan bagi keluarga yang ditinggalkan. "Katanya ada santunan. Ya harus dipercepat. Jangan lamban," tegasnya.

Sebagai tanda berduka, mahasiswa memasang bendera-bendera kuning di sepanjang pagar kantor KPU. Lalu menaburkan bunga di halaman kantor di Jalan Ahmad Yani kilometer 2,5 tersebut. Kemudian lesehan dan membacakan doa tahlil.

Ketua KPU Kalsel, Sarmuji mengaku sepakat dengan tuntutan mahasiswa. "Beban kerjanya terlampau berat. Bukan hanya fisik, psikis juga ditekan. Sampai-sampai ada yang meninggal dunia. Jangan lagi ada pemilu serentak," tegasnya.

Pileg dan Pilpres digelar barengan demi menghemat uang negara. Bagi Sarmuji, ongkos politik itu relatif. Tak ada istilah murah atau mahal. "Pemilu merupakan hajatan nasional. Cara halal untuk mengganti imamah (pemimpin negara). Jadi, mengapa tak mau berkorban anggaran," cecarnya.

Ambil contoh, dulu satu TPS dibatasi untuk 500 pemilih. Sekarang, maksimal untuk 300 pemilih saja. Otomatis, jumlah TPS naik hampir dua kali lipat. Argumen penghematan pun menjadi sumir. "Akhirnya petugas yang direkrut juga bertambah. Artinya menambah anggaran lagi," tukasnya.

Ditanya perihal santunan bagi ahli waris KPPS yang meninggal dunia, Sarmuji mengaku sudah mengusulkan penerbitan SK-nya. Setelah pembahasan antara KPU dan Kementerian Keuangan, nominal santunan telah disepakati. Besarannya Rp36 juta bagi yang meninggal dunia. Dan Rp30,8 juta bagi yang mengalami cacat permanen.

"Pencairannya sesegera mungkin. Tapi harus ada verifikasi terkait penyebab kematian. Apakah betul karena faktor kelelahan akibat mengawal hari pencoblosan. Atau ada faktor lain yang belum diketahui," pungkasnya. (fud/ay/ema)

Editor: miminradar-Radar Banjarmasin

Tags

Rekomendasi

Terkini

Rem Blong, Truk Solar Hantam Dua Rumah Warga

Kamis, 28 Maret 2024 | 19:00 WIB

Masalah Pendidikan Jadi Sorotan Ombudsman

Kamis, 28 Maret 2024 | 16:50 WIB

Gempa 3,3 Magnitudo Guncang Kotabaru

Kamis, 28 Maret 2024 | 15:58 WIB

Januari hingga Maret, 7 Kebakaran di Balangan

Selasa, 26 Maret 2024 | 15:35 WIB
X