Mau Rusuh? Belajarlah dari Jumat Kelabu

- Jumat, 24 Mei 2019 | 08:44 WIB

BANJARMASIN - Gara-gara pemilu, masyarakat dan aparat bertikai. Dalam kerusuhan 22 Mei di Jakarta, delapan orang dinyatakan tewas. Ratusan lainnya luka-luka. Di tengah panasnya suhu politik, warga Banjarmasin menengok sejenak ke belakang.

Pada 22 tahun silam, Banjarmasin dilanda amuk politik. Tanggal 23 Mei 1997, kerusuhan pecah pada hari putaran terakhir masa kampanye. Pada pemilu menjelang kejatuhan Orde Baru.

Tim Pencari Fakta YLBHI mencatat sedikitnya 123 korban tewas. Ditambah 179 orang dinyatakan hilang. Belum terhitung pusat perbelanjaan, kantor pemerintah, bank, dan rumah ibadah yang dirusak, dijarah dan dibakar.

"Saya tidak ingin mengait-ngaitkan antara Jumat Kelabu dengan apa yang sedang terjadi di Jakarta. Tapi ini pelajaran bagus bagi masyarakat. Bahwa kerusuhan atas alasan apapun jangan sampai terulang di sini," kata Ketua Umum Sanggar Titian Barantai, Taufikurrahman.

Kemarin (23/5) sore, unit kegiatan mahasiswa dari Universitas Islam Kalimantan (Uniska) itu menggelar aksi bertajuk Menolak Lupa di bundaran Jalan Lambung Mangkurat.

Diapit Hotel A (dulu Hotel Junjung Buih) dan Gereja Batu, perempatan ini merupakan salah satu titik kerusuhan terparah. Selain Mitra Plaza di Jalan Pangeran Antasari.

Peserta aksi berpakaian serba hitam. Mengecat tubuh dengan warna darah. Menempelkan koreng palsu di wajah. Menggerek keranda mayat. Merayap di aspal. Membacakan puisi. Serta membagi-bagikan bunga mawar berwarna hitam kepada pengendara.

Ini merupakan tradisi tahunan. Yang dijaga selama belasan tahun terakhir oleh Sanggar Titian Barantai. Aksi diakhiri di bundaran dekat Taman Kamboja, lokasi Pasar Wadai Ramadan.

"Kami tak bermaksud mengungkit luka lama. Tapi menolak lupa itu penting. Bahwa Banjarmasin pernah ditimpa kerusuhan berdarah. Bahwa ada harapan agar kedamaian ini bisa terus dijaga," tegas Taufikurrahman.


Sementara itu, gelombang demonstrasi di Jakarta mulai merambat ke sejumlah daerah di Indonesia. Meski demikian, suhu politik di Kalsel masih relatif adem. “Sampai saat ini Kalsel kondusif tidak ada gejolak,” ucap Kabid Humas Polda Kalsel, Komisaris Besar Polisi Mochamad Rifai, Kamis (23/5) siang.

Meski mayoritas masyarakat di Kalsel mendukung pasangan calon 02 Prabowo-Sandiaga Uno, namun bukan berarti simpatisannya di Kalsel bergejolak. Mantan Kepala Sekolah Kepolisian Negara Banjarbaru ini bersyukur suasana politik yang terjadi di Jakarta tidak berdampak ke Kalsel.

“Masyarakat Kalsel tidak mudah terprovokasi, karena pengalaman kerusuhan tahun 97 masih meninggalkan trauma,” ujarnya.

Polda Kalsel sudah melakukan berbagai pendekatan persuasif terhadap semua pihak. Tokoh agama, tokoh masyarakat, simpatisan, tokoh partai dan semua elemen masyarakat.

Semua anggota dari tingkat bawah sampai atas melakukan pendekatan, baik secara personal maupun dalam pertemuan resmi. Melalui pendekatan tersebut Polda Kalsel sekaligus bersosialisasi mengenai pentingnya menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Peranan semua pihak sangat diperlukan dalam menjaga keamanan dan ketertiban negara. Tokoh agama misalnya, mampu mendinginkan suasana. Jika ada masyarakat yang tengah panas atau tidak terima dengan hasil Pemilu yang baru dijalani bisa membawanya ke jalur yang sudah disiapkan.“Kalaupun ada aksi demonstrasi, masih dalam tahap aman dan tidak anarkis,” katanya.

Halaman:

Editor: miminradar-Radar Banjarmasin

Tags

Rekomendasi

Terkini

Kebakaran, Duit Sisa THR Ikut Hangus

Sabtu, 20 April 2024 | 09:15 WIB
X