Hidupkan Tradisi yang Mulai Ditinggalkan

- Minggu, 26 Mei 2019 | 12:51 WIB

Di jantung kota: Lapangan Murjani. Event besar sedang dihelat. Setiap hari disambangi ratusan pengunjung. Namun jauh di pinggiran kota, sebuah pesta kecil juga digelar. Tajuknya Badamaran.

 

MUHAMMAD RIFANI, Banjarbaru

 

Badamaran mirip kirab obor. Bedanya, Badamaran di Desa Batu Ampar Kecamatan Cempaka Banjarbaru tidak diadakan pawai. Obor-obor hanya dibentuk atau diletakkan di depan rumah. Menambah estetika pemandangan keheningan kampung. 

Dari pusat kota, Desa Batu Ampar lumayan jauh. Kurang lebih 20 kilometer. Kurang lebih 1,5 jam. Bisa melalui dua jalur. Jalur Sungai Ulin ataupun lewat Cempaka. Medannya cukup mudah. Sudah beraspal. Meskipun gelap gulita, dan beberapa titik jalan masih belum mulus.

 Festival Badamaran yang dihelat pada Jumat (24/5) ini sebenarnya garapan Pemerintah Kota Banjarbaru dan yayasan Pondok Pesantren Al Fatih Wal Imdad Batu Ampar. Dinas Pemuda, Olah Raga, Budaya & Pariwisata (Disporabudpar) yang menggarapnya bersama tokoh warga sekitar. 

Secara umum, Badamaran merupakan tradisi masyarakat suku Banjar menyambut bulan Ramadan sejak dulu. Asal muasalnya ditujukan untuk mengagungkan bulan puasa. Serta mempercantik pemandangan desa. 

Sesuai namanya yang mencatut nama Damar. Badamaran menggunakan getah pohon Damar sebagai bahan utama nyala api. Maklum saat dahulu kala, minyak tanah belum begitu mudah didapat. 

Di era sekarang, Badamaran hampir tak terlihat lagi. Digerus oleh kemudahan jaringan listrik. Yang jelas terangnya melebihi cahaya api dari obor. Tak heran, Badamaran mulai ditinggalkan. 

Di desa Batu Ampar, tradisi Badamaran juga mulai meredup. Hanya beberapa buah rumah yang masih mempertahankannya. Tepat rasanya apabila Pemerintah daerah juga membangkitkannya. 

Menariknya, di Festival Badamaran kemarin. Beberapa obor-obor menggunakan getah damar sebagai sumbunya. Akan tetapi karena damar susah diperoleh. Damar ini didatangkan dari daerah tetangga, Buntok, Kalteng. 

"Memang sudah langka. Kita datangkan dari Buntok. Tapi untuk mengakalinya sekarang pakai minyak tanah dan dicampur solar," kata Ahmad Syamsuri Barak, ketua yayasan ponpes dan juga tokoh masyarakat sekitar. 

Menurut Ahmad, Badamaran telah ada sejak zaman dahulu. Apalagi desa Batu Ampar terangnya merupakan peradaban lama. Jadi tak heran di desa Batu Ampar tak bisa lepas dari budaya lawas. 

"Kalau yang diadakan festival sudah dua tahun terakhir. Ini yang kedua, Alhamdulillah warga antusias dan banyak yang hadir," ujarnya. 

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Kebakaran, Duit Sisa THR Ikut Hangus

Sabtu, 20 April 2024 | 09:15 WIB
X