Terharu Saksikan Kesabaran Guru Hadapi Penyakit

- Senin, 3 Juni 2019 | 11:25 WIB

Ketua MUI Banjar KH Fadlan Asy’ari masih bersepupu dengan KH Muhammad Zaini bin Abdul Ghani yang lebih dikenal sebagai Guru Sekumpul. Di sela mengaji dan mondok intensif di Pesantren Datu Kelampaian, Bangil, Pasuruan, Jawa Timur, ia melayani Guru Sekumpul di rumah sakit Islam Surabaya.

--- Oleh: Muhammad Amin, Martapura ---

Sejak belia, Guru Sekumpul memang terkenal dilanggani berbagai penyakit. Cobaan itu ikut mengasah jiwanya menjadi pribadi yang sangat sabar. Suatu waktu Guru Sekumpul harus opname selama 20 hari di Rumah Sakit Islam Surabaya.

Tentunya, bila sakit, ada orang lain untuk menjaga dan membantu seluruh keperluan si sakit. Nah, peran inilah yang dijalankan Fadlan Asya’ri muda. Ketua MUI ini waktu itu masih santri tuan guru Muhammad Syarwani Abdan Al-Banjari atau biasa dikenal Tuan Guru Bangil.

Alasannya pun sederhana ketika diminta melayani dan menunggu Guru Sekumpul. Dia diminta langsung untuk menjaga. ” Nyawa saja sepupu unda di sini yang bisa menjaga,” kata Guru Fadlan meniru ucapan Abah Guru Sekumpul ketika meminta dirinya membantu selama dia dirawat di rumah sakit Islam.

Interaksi langsung selama 20 hari bersama Abah Guru Sekumpul di ruang perawatan menjadi bekal dirinya menghadapi hidup. Salah satunya yang diingatnya adalah wajah ceria jadi Guru Sekumpul. Tidak ada mimik sedih dan mengeluh ketika rasa sakit mulai terasa di bagian perut.

“Seingat saya, bagian perut Guru Sekumpul itu seperti bergerak-gerak, itu tandanya sakit kembali menyerang. Saya saksikan langsung, wajah beliau tenang, dan menunduk, memandangi perut, mungkin sambil berdoa,” kata Guru Fadlan.

Rasa sabar itu juga ia saksikan menjalankan ibadah wajib. Kendati sedang berbaring, dan infus menempel ditangan, bila azan berkumandang, Guru Sekumpul langsung bangun. Dipapah ke kamar mandi untuk mengambil air wudu sendiri. Itu berulang-ulang selama lima waktu dalam sehari.

Sembari Guru Sekumpul berwudu, Guru Fadlan menyiapkan sejadah, kopiah dan sarung baru untuk keperluan salat. Begitu keluar kamar mandi, Guru Sekumpul langsung berganti baju dan sarung baru. Salatnya seperti kebanyakan orang sehat. Yang membedakan hanya infus yang tetap menempel.

“Saya berdiri di samping beliau, memegang infus turun naik ketika ruku dan sujud,” kenangnya.

Di lain kesempatan, berkali-kali, Guru Sekumpul mengajak jalan. Berkeliling rumah sakit, menyapa pasien lain. Biasanya setelah salat subuh, berbincang singkat lalu menyelipkan sejumlah uang dalam amplop. ”Infus tetap saya pegang, keadaan beliau tidak kalah sakit dari pasien lain. Masih sempat mendoakan serta memberikan bantuan tanpa diminta,” kata Guru Fadlan.

Ciri khas lain Guru Sekumpul tidak mau merepotkan orang lain. Salah satu buktinya, pasca operasi dan rawat jalan Guru Sekumpul memilih mencari rumah sewaan di Bangil. Sampai akhirnya diizinkan balik ke Martapura oleh tim dokter. Tinggal kontrol kesehatan di rumah sakit tiap 3 bulan sekali, memeriksa bekas operasi dan kesehatan.

“Tiap tiga bulan, Guru Sekumpul selalu ke Surabaya dan memeriksakan lagi kesehatan pasca operasi. Saya tetap ikut membantu,” ujar Guru Fadlan.

Sepulangnya Guru Sekumpul dari kontrol di rumah sakit, Guru Fadlan mengakui selalu dibekali uang dalam amplop. uang itu jadi bekal hidup sebagai santri di Bangil. sejak rutin melayani Guru Sekumpul, ia tidak pernah lagi menerima kiriman uang. Pasalnya, bekal langsung diberikan oleh Guru Sekumpul.

“Uang di dalam amplop itu cukup untuk kebutuhan saya selama tiga bulan. Bila menipis, Guru Sekumpul datang lagi kontrol ke rumah sakit dan singgah ke Bangil. kemudian memberikan uang lagi. Dan selalu pas uangnya untuk tiga bulan,” ungkap Guru Fadlan. (mam/ay/ema)

Editor: miminradar-Radar Banjarmasin

Tags

Rekomendasi

Terkini

Pertanyakan Konsistensi Dinas PUPR

Selasa, 23 April 2024 | 08:45 WIB
X