Panta 'Legend' Kini Cuma Diolah Berdasarkan Pesanan

- Selasa, 11 Juni 2019 | 17:00 WIB

Panta sebenarnya minuman tradisional. Pada masanya, usaha rumahan pembuatan Panta menjamur di Banjarmasin. Seiring waktu, minuman manis ini kalah bersaing oleh minuman kemasan yang lebih praktis.

--- Ditulis: MAULANA, Banjarmasin ---

TAK mudah mencari pembuat Panta yang masih bertahan. Salah satunya adalah Sayuti, 60 tahun. Dia masih membuat Panta dari sebuah rumah di Gang Maluku Jalan Sulawesi, Banjarmasin Tengah.

Usaha rumahan ini berdiri sejak tahun 1978. Mereknya Panta UDIPA. Sekarang berganti menjadi Panta Sport. Namun, merek itu sebetulnya cuma julukan. Karena tak ada label atau logo yang ditempelkan pada botol minuman.

Sayuti mengolah enam varian rasa. Rasa apel, pisang ambon, anggur, salak, jeruk, hingga kopi. Ketika penulis mengunjunginya kemarin (9/6), Sayuti sedang sibuk membersihkan botol-botol Panta kosong.

Di ujung teras rumah dengan hanya mengenakan kolor coklat. Sambil menggosok botol, dia mengisap kretek. Tempat produksi ini sebenarnya rumah milik saudaranya. Rumahnya sendiri berada di Sungai Bilu, Banjarmasin Timur.

"Memang Panta ini laris manis pada zamannya. Tapi sekarang sudah kalah bersaing. Jika saya tak salah ingat, penurunan pembeli dimulai sejak tahun 1995," ungkapnya.

Panta kalah karena kurang praktis. Minuman ini dimasukkan dalam botol kaca limun yang rawan pecah. Dari segi rasa, Panta sangat manis. Dengan sentuhan sensasi soda.

"Bisnis ini mulai lesu sejak kemunculan minuman es kocok. Apalagi jumlah pedagangnya banyak," imbuhnya. Pesaing yang dimaksudnya berkeliling dari sekolah sampai ke gang-gang.

Dulu, Sayuti sanggup memproduksi 125 peti sehari. Satu peti berisi 24 botol Panta. Atau setara tiga ribu botol. Sekarang, dia hanya menjalankan proses produksi tiga atau empat kali dalam sebulan.

"Jauh! Penjualannya turun sekali. Sekarang cuma 40 peti. Itu pun tak produksi setiap hari," tambahnya.

Urusan harga, Panta sangat terjangkau. Hampir tak ada kenaikan harga berarti. Saat berjaya, tiga dekade lalu, per botol dijual Rp500 hingga Rp750. Sekarang cuma dijual Rp2 ribu.

"Terserah pelanggan mau menjual berapa ke pembelinya. Karena untuk sekali produksi saya cuma perlu beberapa ratus ribu rupiah. Jujur, saya tak pernah menghitung-hitung modalnya berapa," kisahnya.

Peminat Panta kebanyakan datang dari daerah pinggiran kota. Seperti Belitung, Alalak, dan Kuin. Sayuti bertekad untuk terus membuat Panta. Selama masih ada peminat yang datang untuk memesan.

"Soal rasa, biarlah pembeli yang menilai. Selama ini, mereka bilang rasa Panta buatan saya berbeda dengan yang lain. Saya sendiri tak pernah mencicipi. Kecuali ada yang menyebut Panta-nya hambar," imbuhnya.

Halaman:

Editor: miminradar-Radar Banjarmasin

Tags

Rekomendasi

Terkini

Rem Blong, Truk Solar Hantam Dua Rumah Warga

Kamis, 28 Maret 2024 | 19:00 WIB

Masalah Pendidikan Jadi Sorotan Ombudsman

Kamis, 28 Maret 2024 | 16:50 WIB

Gempa 3,3 Magnitudo Guncang Kotabaru

Kamis, 28 Maret 2024 | 15:58 WIB
X