Tambak Ikan Kena Pajak, Peternak Minta Kepekaan Pemerintah

- Kamis, 13 Juni 2019 | 11:55 WIB

BANJARMASIN - Para petambak ikan di sungai, danau maupun irigasi siap-siap menyisihkan uang. Pemprov Kalsel berencana memungut pajak penggunaan air permukaan di segala sektor. Seperti, perikanan, perkebunan dan peternakan.

Sektor perikanan sendiri sejak 2014 lalu sebenarnya sudah diharuskan menyetor pajak, sesuai Pergub Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Perda Kalsel Nomor 5 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah Provinsi Kalsel. Namun hingga kini belum ada petambak ikan yang mematuhinya.

Melihat semakin menjamurnya peternak ikan, khususnya di sepanjang Irigasi Riam Kanan, tahun ini Pemprov Kalsel melalui Badan Keuangan Daerah (Bakeuda) melakukan ancang-ancang untuk bisa memungut pajak dari sektor perikanan.

Rencana itu disampaikan Kepala Bidang Pajak Daerah pada Badan Keuangan Daerah (Bakeuda) Kalsel, H Rustamaji. Dia menyebut bahwa saat ini pihaknya bersama instansi terkait sedang membentuk tim untuk mengawal pemungutan pajak air permukaan dari para petambak ikan.

"Selama ini tidak pernah ada pajak di sektor perikanan yang masuk. Padahal sesuai aturan para petambak ikan diharuskan bayar pajak. Tahun ini kami membentuk tim untuk memungut pajak dari mereka," katanya.

Tim bertugas untuk mendata para petambak ikan dan mengatur perizinan penggunaan air permukaan. "Para petambak harus punya izin penggunaan air permukaan. Kalau tidak bayar pajak, izinnya tidak akan keluar," ujarnya.

Tarif pajak penggunaan air permukaan sendiri, dia menyebut sudah tertera di Pergub Nomor 17 Tahun 2014. Khusus untuk kelompok usaha perikanan, perkebunan dan peternakan dikenakan pajak Rp300 meter kubik. "Jumlah penggunaan air nanti dihitung oleh Dinas PUPR Kalsel," ucapnya.

Selain di sektor perikanan, Rustamaji mengungkapkan pihaknya juga akan memaksimalkan pajak air permukaan dari sektor lain. Sebab, selama ini pajak yang masuk belum signifikan. "Tak maksimalnya penagihan membuat realisasi pajak air permukaan rendah. Bahkan, pada triwulan I 2019 mengalami penurunan. Dari sekitar Rp927 juta jadi Rp574 juta," ungkapnya.

Disampaikannya, selama ini pajak air permukaan paling tinggi didapatkan dari Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Riam Kanan. "Kalau di sektor perkebunan hanya beberapa perusahaan sawit yang bayar pajak," bebernya.

Lalu, apakah para petani ikan setuju jika mereka diminta bayar pajak? Salah seorang pemilik tambak ikan patin di Cindai Alus, Kabupaten Banjar: Ari Gais menyampaikan bahwa para petambak ikan masih banyak yang menolak membayar pajak. "Info pembayaran pajak sudah beredar di kalangan petambak. Sebagian besar menolak, apalagi yang punya kolam kecil. Tapi ada juga yang bersedia," paparnya.

Dia sendiri mengaku bersedia jika diwajibkan bayar pajak, asalkan pajak yang dipungut tidak terlalu tinggi. "Kalau pajaknya besar dan membuat rugi. Saya lebih baik memilih tidak menambak ikan," tegasnya.

Menurutnya, pemerintah harus bisa melihat bagaimana kondisi peternak ikan saat ini. Di mana pendapatan mereka selama tidak menentu, lantaran dibayangi gagal panen. "Sekarang saja ikan kami banyak yang mati. Setiap hari ada sekitar 15 kilogram yang mati, karena terkena virus," ujarnya.

Jika diuangkan, dia menuturkan kerugian yang mereka alami mencapai Rp300 ribu per hari akibat banyaknya ikan yang mati. "Hitung saja, harga ikan patin satu kilonya sekarang Rp20 ribu. Kalau dikali 15 kilogram ya Rp300 ribu," tuturnya.

Bahkan dia menyebut ada petambak ikan yang mengalami kerugian besar, akibat ikannya ditemukan mati massal. "Ada teman, bibit yang dia sebar 200 ribu. Hanya tersisa sekitar 400 ekor, karena banyak yang mati" pungkasnya. (ris/ran/ema)

Editor: miminradar-Radar Banjarmasin

Tags

Rekomendasi

Terkini

Pabrik Rumput Laut di Muara Badak Rampung Desember

Senin, 22 April 2024 | 17:30 WIB

Di Berau Beli Pertalite Kini Pakai QR Code

Sabtu, 20 April 2024 | 15:45 WIB

Kutai Timur Pasok Pisang Rebus ke Jepang

Sabtu, 20 April 2024 | 15:15 WIB

Pengusaha Kuliner Dilema, Harga Bapok Makin Naik

Sabtu, 20 April 2024 | 15:00 WIB
X