WAJIB..! Peserta BPJS Harus Rekam Sidik Jari

- Jumat, 21 Juni 2019 | 10:29 WIB

BANJARMASIN - BPJS Kesehatan mengeluarkan kebijakan rekam sidik jari bagi pasien yang berobat. Konsepnya seperi absensi sidik jari untuk memastikan apakah pasien tersebut memang anggota BPJS Kesehatan. Perekaman dilakukan di awal kedatangan pasien berstatus peserta BPJS Kesehatan.

“Di Banjarmasin sebenarnya sudah berjalan. Namun hanya di pelayanan Hemodalisa atau cuci darah,” terang Kepala Cabang BPJS Banjarmasin, Tutus Novita Dewi kepada Radar Banjarmasin, kemarin.

Ke depan selain pelayanan di Poli Hemodalisa, sidik jari kepada peserta BPJS Kesehatan akan diterapkan pula di poli-poli lain. “Ini bukan hal baru, hanya pengembangan di poli lain. Sampai nantinya ke semua poliklinik,” sebutnya.

Penerapan sidik jari ini terangnya tak langsung dijalankan. Saat ini masih uji coba di beberapa rumah sakit, sekaligus melakukan perekaman data pasien. Diterangkan Tutus, data sidik jari pasien ini akan terkoneksi dengan server pusat di Jakarta.

Rekam Finger print in sebagai bentuk menekan risiko penyalahgunaan kartu BPJS Kesehatan. “Database pasien langsung terinput, jadi data pasien memang real,” terangnya. Hal ini lebih memudahkan karena juga mengurangi berkas. Rumah sakit akan lebih mudah mengelola administrasi.

Direktur RSUD Ulin Banjarmasin, Suciati menyambut baik kebijakan ini. Selain simpel juga menakan risiko penyalahgunaan identitas. Meski demikian, Suci berharap BPJS menyediakan perangkat secara mandiri. Maklum, poli di RSUD Ulin jumlahnya tak sedikit. Belum lagi ada yang jumlahnya kunjungannya tinggi. Sehingga perlu alat sidik jari yang sebanding.

“Harusnya ada bantuan dari BPJS Kesehatan langsung, biar semua poli ada alatnya,” ujar Suci.

 Dalam waktu dekat ini, pihaknya hanya menganggarkan tiga buah alat rekam sidik jari sekaligus ujicoba.

Kalau layanan di cuci darah sudah berjalan hampir 1 tahun. Dalam waktu dekat jika ditambah tiga poli, ada empat totalnya,” terangnya yang menambahkan sampai akhir tahun dia menarget semua poli sudah ada alat ini.

 Status Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) membuat pihaknya tak terlalu kerepotan menganggarkan pembelian. Pasalnya, tak perlu mengganggu APBD. “Untungnya di sini. Kalau tidak, baru di APBD perubahan atau APBD murni tahun mendatang baru bisa dianggarkan,” tuturnya.

 Suci mengingatkan, idealnya server juga harus handal. Akan kerepotan jika alat atau server nanti bermasalah. Sementara, pelayanan harus tetap diberikan. “ Khawatirnya ketika ditagih, malah tak bisa. Ini yang kami takutkan,” ucap Suci.

 Direktur RSUD Mohammad Ansyari Saleh, Izaak Zoelkarnaen Akbar mengatakan pihaknya a secara bertahap sudah mulai melengkapi finger print di poliklinik. “Kami target tahun ini semua poli yang melayani BPJS Kesehatan sudah tersedia,” kata Izaak kemarin.

Berstatus BLUD sama dengan RSUD Ulin, penganggaran membeli alat ini sebutnya tak perlu menggunakan APBD.

“Permasalahannya bukan soal membeli. Tapi soal pendataan seluruh pasien yang harus dipikirkan. Hendaknya sebelum orang sakit sudah ada data base sidik jarinya. Sehingga mempercepat pelayanan,” ujarnya.

Kepala Humas BPJS Kesehatan Pusat M. Iqbal Anas mengatakan awalnya tidak semua rumah sakit atau fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) melakukan layanan pendaftaran dengan fingerprint. Kebijakan yang dimulai sejak Mei itu hanya diperuntukkan fasilitas kesehatan yang memiliki alat fingerprint.

Halaman:

Editor: miminradar-Radar Banjarmasin

Tags

Rekomendasi

Terkini

X