Gambut, Penyangga Pangan atau Penyangga Kota?

- Senin, 24 Juni 2019 | 11:03 WIB

Sejatinya, pemerintah Kabupaten Banjar sudah menyiapkan lahan abadi pertanian dalam revisi RTRW 2013-2032. Proses itu telah masuk di tahapan persetujuan substansi di kementerian Agraria dan Tata Ruang.

Dalam peta itu ada zonasi sesuai RTRW dan diperkuat dengan titik koordinat. Ragam zonasi lahan itu memiliki warna sendiri. Bila ada proses perizinan, tinggal melihat titik koordinat, petugas langsung mengetahui tata ruang sesuai peruntukannya. 

“Kalau di hape saya warnanya banyak. Wilayah pertanian hijau, tapi kalau di perizinan bisa merah. Artinya masuk zona merah yang tidak boleh diberikan izin untuk membangun karena masuk wilayah pertanian,” kata Firmansah, Kasi PLA di Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura (TPH) Kabupaten Banjar. Dia mengatakan pihaknya mendesak lahan abadi pertanian terus ditambah.

Masalahnya menambah lahan abadi pertanian tidak semudah menetapkan di atas kertas. Kawasan yang dijadikan lahan abadi sejatinya milik petani, kalau mereka mau menjual tentu sulit dicegah. Lebih aman lahan tersebut dibeli oleh pemerintah.

Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Banjar M Hilman mengatakan, penetapan Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B) atau lahan abadi di RTRW yang sudah direvisi seluas 43.319 hektare. Ditambah dari sebelumnya hanya sekitar 15 ribuan lebih. Lokasinya tak hanya di Gambut, tetapi disebar di 11 Kecamatan di Kabupaten Banjar; Gambut, Kertak Hanyar, Sungai Tabuk, Martapura Barat, Beruntung Baru, Tatah Makmur, Martapura Kota, Aluh Aluh, Karang Intan, Astambul, dan Martapura Timur.

"Hampir semua kawasan dilewati irigasi ditetapkan sebagai kawasan lahan pertanian berkelanjutan. Kami tetap menghitung pertumbuhan penduduk yang memerlukan bangunan,” imbuh Hilman .

Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Banjar HM Fachry menambahkan, ditambahnya luas lahan abadi menjaga laju pertumbuhan pembangunan yang semakin pesat. Selama ini alih fungsi lahan sulit dikendalikan sebagai dampak perkembangan pembangunan dan peradaban, seiring jumlah penduduk semakin bertambah. Apalagi, kecamatan yang berbatasan langsung Banjarmasin dan Banjarbaru adalah penyangga pangan dan perumahan serta pusat bisnis.

Masalahnya hanya ada satu yang harus diprioritaskan. Apakah Gambut akan jadi penyangga pangan atau penyangga kota?

Ketua Dewan Pengurus Daerah (DPD) Real Estate Indonesia (REI) Kalsel Royzani Syahriel punya jawaban jelas. Dia mengatakan alih fungsi pertanian di kawasan Gambut tak bisa dihindari.

Alasannya? Tak lain karena Kecamatan Gambut merupakan daerah penyangga Kota Banjarmasin. Kepadatan ibukota yang sudah sumpek membuat penduduk bergeser mencari tempat tinggal di luar kota. Ditambah dengan fasilitas yang mulai lengkap. Seperti, rumah sakit, tempat pendidikan, tempat perbelanjaan yang sudah tumbuh, membuat faktor kebutuhan hunian di Gambut semakin tinggi.

Karena itu, menurutnya lima tahun ke depan Kecamatan Gambut hingga Kertak Hanyar tidak lagi cocok untuk kawasan pertanian.

"Pemkab Banjar harus berani melonggarkan RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah), dengan memperbanyak zona untuk permukiman dibandingkan pertanian. Sehingga menghasilkan APBD yang cukup signifikan," ujarnya.

Banyaknya masyarakat yang memilih bertempat tinggal di Kecamatan Gambut dibenarkan Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Banjar, Azwar. Dia menduga, pesatnya pertumbuhan penduduk di Gambut lantaran banyaknya masyarakat pindahan dari daerah lain.

"Orang yang tinggal di kompleks perumahan sana rata-rata pendatang. Kebanyakan malah dari luar Kabupaten Banjar," katanya. (ris/mam/ran/ema)

Editor: miminradar-Radar Banjarmasin

Tags

Rekomendasi

Terkini

Pertanyakan Konsistensi Dinas PUPR

Selasa, 23 April 2024 | 08:45 WIB
X