Melihat Tradisi Sisingaan, Barongsai Ala Hulu Sungai

- Rabu, 3 Juli 2019 | 13:27 WIB

Dari dahulu hingga sekarang, berbagai kesenian tradisi dan budaya menghiasi kehidupan masyarakat Balangan. Bahkan untuk tradisi resepsi perkawinan bukan hanya ada bausung pengantin yang dikenal selama ini, namun ada juga Sisingaan. 

-- WAHYUDI, Balangan --

TETABUHAN musik tradisional Banjar mengiringi kedatangan arakan Sisingaan, ornamen seekor singa dengan taring menonjol di bagian mulut yang agak sedikit menonjol, dan berbadan besar memanjang ke belakang.

Sisingaan yang didominasi warna coklat dan digerakkan oleh setidaknya enam orang di dalamnya ini, mengawal pengantin pria untuk bersanding dengan pengantin wanita yang sudah menunggu di pelaminan.

Tradisi Sisingaan sendiri biasanya digelar dalam memeriahkan pesta perkawinan di masyarakat Balangan, ditampilkan saat pasangan pengantin mau bersanding atau lebih dikenal dengan istilah duduk batatai.

Sekilas, Sisingaan ini mirip dengan Barongsai, tradisi khas etnis China karena sama-sama memainkan ornamen binatang berupa naga atau singa yang diiringi musik. Namun pemain Sisingaan tidak selincah pemain Barongsai, hanya sekadar berjalan tanpa atraksi.

Menurut salah satu pelaku seni Sisingaan di Balangan, Syaprani (64), kesenian Sisingaan sendiri biasanya dimainkan sekitar 12 orang, yang terdiri dari 6 orang pemain untuk memainkan Sisingaan.

“Tiap ekor singa dimainkan oleh 3 orang, yaitu bagian kepala, ekor, sedangkan pemain yang di tengah bersifat sebagai pembantu dan biasa juga diiringi musik tradisional Banjar, bisa juga gamelan,’’ jelasnya.

Dua pemain lagi, kata Syaprani, bertindak sebagai badut untuk menarik perhatian pengunjung atau masyarakat dengan menggunakan topeng serta kostum menyerupai seekor monyet atau hanoman, sisa pemain lainnya sebagai  penabuh gendang atau babun, pemukul gong, dan seorang lagi bertindak sebagai kepala rombongan atau pimpinan Kerangka Sisingaan ini.

“Pertunjukan tradisi Sisinggan ini sudah sangat jarang dimainkan di acara resepsi perkawinan, karena orang sekarang lebih memilih organ tunggal sebagai hiburan. Kalau pun ada yang memesan biasanya dari Kecamatan Juai atau Lampihong,” ungkapnya.

Pemerhati sosial di Kabupaten Balangan, Sugianoor mengungkapkan, di tengah semakin langkanya pertunjukan tradisi Sisingaan ini, dapat perhatian dari pemerintah daerah, setidaknya memberikan ruang dan wadah bagi pelaku tradisi ini untuk pentas dalam setiap acara yang dilangsungkan oleh pemerintah.

“Jenis tradisi ini sangat rawan punah kalau tidak dilestarikan. Bahkan saya pernah mencoba browsing di internet, pembahasan terkait tradisi ini hanya sekilas lalu, di Youtube juga tidak saya temukan. Ini harus jadi perhatian serius pemerintah daerah,” tandasnya.

Sementara itu, Kasi Sejarah dan Tradisi Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Balangan, Fahriati mengakui, hingga saat ini pihaknya belum pernah melakukan pembinaan terhadap pelaku tradisi Sisingaan. Terkendala anggaran yang belum tersedia.

“Insya Allah tahun depan akan kita usulkan kembali anggaran untuk pembinaannya,” ujarnya.

Diungkapkan Fahriati, pihaknya sudah mengusulkan tradisi Sisingaan ini menjadi warisan budaya tak benda ke Pemerintah Provinsi, berbarengan dengan delapan tradisi lainnya, namun hanya empat yang diterima dan empat lainnya ditolak, termasuk Sisingaan.

Halaman:

Editor: miminradar-Radar Banjarmasin

Tags

Rekomendasi

Terkini

X