Kisah Pasangan Tunanetra di Banjarbaru Perjuangkan Anak Bersekolah Negeri

- Kamis, 11 Juli 2019 | 13:58 WIB

Ini kisah pilu pasangan tunanetra di Banjarbaru, Fahmi, 41, dan Johar Latifah, 40. Meski memiliki keterbatasan penglihatan, keduanya berupaya menyekolahkan anak setinggi-tingginya. Meski mengalami kendala, akhirnya perjuangan mereka berujung manis.

 -- SUTRISNO, Banjarbaru --

Rabu (10/7) kemarin, pasangan suami istri warga Jalan Parambaian, Kelurahan Sungai Ulin, tersebut datang ke SMAN 2 Banjarbaru untuk kembali mendaftarkan anak mereka. Setelah sebelumnya gagal, lantaran tempat tinggalnya kalah dekat dengan pendaftar lain dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB).

Keduanya memberanikan diri mencoba mendaftarkan anaknya lagi, meski masa PPDB telah usai. Karena, diberi jaminan oleh Sekdaprov Kalsel Abdul Haris bahwa putri mereka akan diterima di sekolah yang beralamat di Jalan Perhutani, Kelurahan Mentaos itu.

"Diminta Pak Sekda mendaftar lagi. Setelah sebelumnya kami mengadu ke beliau, lantaran anak kami tidak diterima akibat aturan zonasi," kata Fahmi, didampingi istri dan anaknya.

Kedatangan mereka tampak diterima langsung oleh Kepala SMAN 2 Banjarbaru Ehsan Wasesa. Pasangan suami istri yang kesehariannya bekerja sebagai tukang pijat itu kemudian menyerahkan berkas pendaftaran ke panitia PPDB.

Beberapa menit kemudian, panitia PPDB menyampaikan bahwa anak mereka dapat diterima di SMAN 2 Banjarbaru. Keduanya pun tidak bisa menyembunyikan rasa haru, kala mengetahui anaknya bisa masuk ke sekolah negeri. "Alhamdulillah, akhirnya diterima," ucap Fahmi.

Dengan berlinang air mata, dia menceritakan bagaimana jerih payah mereka untuk bisa memasukkan anak ke sekolah negeri. "Kami sangat ingin anak melanjutkan pendidikan di sekolah negeri. Sebab, kalau swasta biayanya mahal," ujarnya.

Karena itulah, ketika nama anak mereka tidak ada di daftar peserta yang diterima pada PPDB SMAN 2 Banjarbaru Jumat (5/7) tadi, keduanya langsung mempertanyakannya ke pihak sekolah. "Sekolah bilang yang menentukan adalah sistem. Kalau mau mengubahnya, kami disarankan untuk berkonsultasi ke Dinas Pendidikan," ucap Fahmi.

Tanpa pikir panjang, mereka kemudian mendatangi Dinas Pendidikan Kalsel yang berlokasi di Kompleks Perkantoran Pemprov Kalsel. Sayangnya, mereka tidak mendapatkan kabar gembira saat itu. "Pihak dinas juga tidak bisa memasukkan anak saya di SMAN 2 Banjarbaru. Malah, menyuruh kami mendaftar di SMAN 1 Gambut yang jaraknya sangat jauh dari rumah kami. Katanya di sana masih ada bangku yang kosong," bebernya.

Merasa tidak mendapatkan solusi di Disdik Kalsel, mereka berdua kemudian mendatangi Kantor Setdaprov Kalsel untuk menemui Gubernur Kalsel Sahbirin Noor. Namun, di sana mereka diterima oleh Sekdaprov Kalsel Abdul Haris.

"Kami ceritakan keinginan kami untuk menyekolahkan anak di sekolah negeri ke Sekda. Beliau paham dan meminta kami mendaftarkan anak ke SMAN 2 Banjarbaru lagi. Alhamdulillah hari ini (kemarin) diterima," ucap Fahmi.

Istri Fahmi, Johar Latifah mengaku lega anaknya bisa diterima di sekolah negeri. Sebab, jika sekolah di swasta mereka kemungkinan kesulitan untuk membiayainya. "Sekolah negeri 'kan gratis. Di swasta saya ada tanya, katanya biaya masuknya lima jutaan," ujarnya.

Dia menuturkan, kalau memang anaknya tidak diterima di sekolah negeri mereka sebenarnya memiliki rencana tetap akan menyekolahkannya. Walaupun harus berutang untuk membayar biaya masuk di sekolah swasta. "Iya, kami sudah berencana mencari pinjaman ke pembiayaan. Alhamdulilah, ternyata anak bisa masuk di sekolah negeri," tuturnya.

Dengan diterimanya anak keduanya itu di SMAN 2 Banjarbaru, maka kini ada dua anak mereka yang bersekolah di sana. "Kakak laki-lakinya juga sekolah di sini, sekarang kelas tiga. Kami ingin dia kuliah, kalau nanti lulus SMA," paparnya.

Halaman:

Editor: miminradar-Radar Banjarmasin

Tags

Rekomendasi

Terkini

X