Ketika Kartu Sakti Kacaukan Sistem Zonasi

- Sabtu, 20 Juli 2019 | 10:14 WIB

BANJARMASIN - Tudingan Sekolah Menengah Swasta (SMA) swasta tidak kebagian siswa lantaran sekolah negeri menambah ruangan baru, tak ditampik sejumlah kepala sekolah negeri.

Setidaknya itulah yang terjadi di SMA Negeri 3 Banjarmasin. Kepala SMA Negeri 3, Syarifuddin mengakui kalau sekolah yang dipimpinnya menambah ruangan. Tapi tidak signifikan. "Hanya tambah satu kelas saja, itu pun sudah lapor dengan Disdik,” ujarnya kepada Radar Banjarmasin, Jumat (19/7).

Dia mengatakan penambahan ruangan itu bukan tanpa sebab. Tiga jalur pada sistem yang diterapkan pemerintah yakni zonasi, prestasi dan perpindahan orang tua, ternyata pada hasil akhir didominasi pemilik Kartu Indonesia Pintar (KIP).

Sehingga meski jarak rumah pendaftar dekat, tidak menjadi jaminan bakal diterima di sekolah berlokasi di Jalan Veteran Sungai Bilu Banjarmasin itu.

Fakta ini dapat dilihat dari kuota yang dibuka sekolahnya. Dari 237 kuota , 73 diantaranya adalah pemegang "kartu sakti" KIP. Padahal beberapa siswa tinggal dengan jarak sangat dekat dengan sekolah. Misalnya pendaftar yang tinggal di Kompleks A Yani II Jalan Manggis, ternyata tidak diterima.

Banyak orangtua anak yang menanyakan hal itu. Tapi dalam hal ini, sekolah hanya sebagai pelaksana, semuanya melalui sistem online. “Jarak terjauh siswa yang diterima 520 meter, kalau dulu sampai 1.250 meter,” katanya.

Dia memaklumi jika ada kepala sekolah swasta yang berpikiran sekolahnya tidak kebagian siswa lantaran negeri menambah kelas baru. Tapi dia juga berharap sekolah swasta memahami bahwa para orang tua yang anaknya memiliki nilai bagus pasti akan memilih sekolah negeri. “Karena kalau negeri tidak ada dipungut biaya, sementara swasta ada biaya,” jelasnya.

Menurutnya, sekolah swasta masih dilirik masyarakat jika dipromosikan dengan baik. Buktinya banyak para orangtua yang memilih menyekolahkan anaknya ke sekolah swasta, contohnya SMA Sabilal, SMA Muhammadiyah dan SMA Al Mazaya.

“Intinya sekolah bisa packaging (mengemas) kelebihan apa yang bisa di tawarkan kepada masyarakat, agar bisa dipilih,” sarannya.

Senada dengan Syarifuddin, Kepala SMA negeri 4 Banjarmasin, Tumiran juga mengaku menambah satu ruang kelas untuk mengakomodasi siswa. Tadinya pihaknya hanya menyediakan 7 kelas, kini menjadi 8 kelas. Alasannya sama, pendaftar membeludak dan paling banyak pemegang KIP.

“Kuota kita 224, 55 persen atau 122 diantaranya pemilik KIP,” ujarnya.

Pihaknya tidak bisa berbuat apa-apa, Sebab itu merupakan aturan dari pemerintah. Karena dalam regulasi pusat, memuat poin minimal 20 persen pemegang KIP diterima di sekolah milik pemerintah. Tidak ada kata batasan pasti. Makanya kemudian ada kebijakan menambah kelas baru untuk mengakomodir pendaftar yang rumahnya dekat dengan sekolah.

"Itu dijamin tidak ada dipungut biaya apapun," ucapnya yang mengatakan juga sudah melaporkan hal ini ke Dinas Pendidikan.

Tumiran juga merasa prihatin dengan kondisi sekolah swasta. Namun dia mengatakan tidak perlu khawatir berlebihan. Karena dari data yang didapatnya, masih ada seribu lebih lulusan SMP maupun MTSn yang belum tertampung. "Jangan khawatir, tidak kebagian," ucapnya.

Sementara Kepala SMA Negeri 7 Banjarmasin, Arusliadi mengatakan, penambahan satu kelas baru dari 8 kelas menjadi 9 kelas itu tidak dilakukan sendiri, melainkan sudah berkonsultasi dengan Disdik Kalsel dan melihat berbagai pertimbangan.

Halaman:

Editor: miminradar-Radar Banjarmasin

Tags

Rekomendasi

Terkini

Banjarmasin Pulangkan 10 Orang Terlantar

Jumat, 26 April 2024 | 14:30 WIB
X