Berbincang Dengan Anak Penyemir Sepatu di Momen Hari Anak Nasional 23 Juni

- Rabu, 24 Juli 2019 | 11:21 WIB

Disaat banyak anak merayakan Hari Anak Nasional dengan suka cita dan berderai acara. Fendra Ramadan memilih tetap bekerja. Sehari-hari ia mengharap rupiah dari menyemir sepatu orang.

-- Oleh: MUHAMMAD RIFANI, Banjarbaru --

Fendra tinggal di Banjarmasin. Tepatnya tinggal bersama neneknya, Kastaniah di Jalan Kelayan B Teluk Kubur, Kelurahan Pemurus Baru. Ia mencari rezeki ke Banjarbaru pada Hari Anak Nasional, Selasa (23/7).

Dari tangannya, tampak keresek hitam yang sudah lecek. Di dalamnya ada sikat dan semir sepatu. Anak berusia 14 tahun ini sehari-hari melakoni sebagai penyemir sepatu. Mengenakan kaos oblong, celana pendek dan sendal jepit. Ia kerap berkelana ke berbagai daerah seperti Pelaihari, Banjarbaru ataupun Martapura

Fendra bercerita jika profesi ini telah lama dijalaninya. Tepatnya sejak tahun 2017. Alasannya hanya satu: buat makan dan jajan. Maklum Fendra bukan dari kalangan yang mampu.

"Abah dan Mama kerja di Samarinda. Saya dari kecil sudah ikut nenek di Banjarmasin. Ini (menyemir) untuk makan dan sekolah," kata Fendra ketika diwawancarai.

Lalu mengapa ia memilih menyemir sepatu? Dengan tegas Fendra menjawab kalau ia tak mau mengharap belas kasihan orang. Apalagi harus mengemis. "Tidak mau (mengemis). Kalau menyemir memang hanya ini yang saya bisa," tambahnya.

Karena keterbatasan ekonomi. Sekarang Fendra hanya mengandalkan sekolah Paket. Ia sekarang menjalani paket B (setara SMP). "Senin sampai Kamis bekerja. Jumat dan Sabtu nyemir. Minggu biasanya libur, tapi kalau gak punya uang bakal kerja."

Fendra bercita-cita ingin jadi polisi. Tapi angannya itu sempat dirasanya pupus. Lantaran di jenjang kelas 5 SD. Ia terpaksa putus sekolah. Akhirnya ia harus ikut Paket A dan lulus baru lanjut ke Paket B.

"SD sampai kelas 5 saja. Saat mau naik ke kelas 6, saya tidak bisa beli seragam. Akhirnya berhenti dan ikut Paket A," kisahnya polos.

Dari keikhlasannya membersihkan sepatu milik orang lain. Dalam sehari, Fendra bisa mendapatkan uang sebanyak Rp 80.000. Uang itu bukan sepenuhnya masuk kantong. Tapi harus ia sisihkan buat bayar taksi dan terkadang untuk makan.

"Kalau berangkat dari Banjarmasin ikut kenalan supir taksi, itu gratis. Tapi kalau balik kita bayar, biasanya dari Rp15.000 sampai Rp30.000, tergantung dari mana. Saya berdua bersama rekan yang ikut menyemir juga," katanya.

Selama di lapangan, beruntung Fendra tak pernah mendapat pengalaman tak diinginkan. Tapi untuk letih dan capek tak ditampik Fendra pasti dirasakannya.

"Kita kan jalan kaki untuk nyari pelanggan. Soalnya taksi biasanya sampai terminal atau pinggir jalan saja," katanya.

Melalui koran ini, dengan jujur Fendra berharap bantuan pemerintah. Ia hanya berharap agar dirinya bisa terus bersekolah tanpa harus dibebankan serba serbi biaya.

Halaman:

Editor: miminradar-Radar Banjarmasin

Tags

Rekomendasi

Terkini

X