Percaya atau Tidak, Urang Miskin di Banua Berkurang, Menurut Data BPS

- Jumat, 2 Agustus 2019 | 10:52 WIB

BANJARMASIN – Percayakah Anda dengan angka dan data? Badan Pusat Statistik (BPS) Kalsel, Kamis (1/8), merilis angka kemiskinan di Banua. Percaya atau tidak, berdasarkan data terakhir BPS, penduduk miskin di Kalsel pada periode September 2018 hingga Maret 2019 berkurang sekitar 2.530 orang.

Dengan perbandingan pada September 2018, BPS Kalsel mencatat warga miskin di Banua berjumlah 195.010 ribu. Sedangkan, Maret 2019 turun menjadi 192.048 ribu orang.

Angka tersebut menempatkan tingkat kemiskinan di Kalsel menjadi yang terendah di regional Kalimantan, dengan persentase 4,55 dari total penduduk.

Sementara, tingkat kemiskinan tertinggi terjadi di Kalbar yaitu sebesar 7,49 persen. Kepala BPS Kalsel Diah Utami melalui Kabid Statistik Sosial Agnes Widiastuti mengatakan, untuk mengukur angka kemiskinan mereka melihat dari pemenuhan kebutuhan dasar penduduk.

"Dengan pendekatan ini, kemiskinan dilihat dari ketidakmampuan sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran," katanya.

Dijelaskannya, metode pengukuran yang dilakukan menghitung Garis Kemiskinan (GK) penduduk, yang terdiri dari dua komponen; Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM).

"Penghitungan garis kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan perdesaan," ujarnya. Agnes mengungkapkan, jika penduduk memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan, maka dikategorikan sebagai warga miskin.

"Garis kemiskinan di Kalimantan Selatan sendiri  sebesar Rp457.222 perkapita per bulan," ungkapnya.

Dilihat dari pengukuran yang mereka lakukan, dia menjelaskan banyak faktor yang memengaruhi menurun dan meningkatnya jumlah penduduk miskin di Kalsel. Di antaranya, kondisi harga sejumlah komoditi. Seperti, karet, sawit dan gabah.

"Berkebun dan bertani masih menjadi pekerjaan utama di desa, sehingga turun dan naiknya harga komoditi yang dihasilkan tentu akan mempengaruhi penghasilan mereka," ujarnya.

Hal senada disampaikan pengamat sosial dan kebijakan publik dari Universitas Lambung Mangkurat, Nurul Azkar. Dia mengungkapkan, yang memengaruhi angka kemiskinan ialah pendapatan sehari-hari yang dihasilkan penduduk.

"Kalau banyak penduduk berpenghasilan minim, maka angka kemiskinan akan naik. Sebaliknya, kalau penghasilan maksimal maka angka kemiskinan turun," ungkapnya. 

Dia menuturkan, biasanya kesulitan seringkali dihadapi masyarakat di desa dalam meningkatkan penghasilan. Lantaran sebagian besar masyarakat hanya berprofesi sebagai petani.

"Ketika harga jual hasil kebun dan sawah turun, maka penghasilan mereka juga turun. Ini harus ada peran dari pemerintah, bagaimana agar harga jual petani tak menurun," ujarnya.

Menurutnya, pemerintah daerah perlu membentuk lembaga sejenis Bulog untuk menampung hasil-hasil perdesaan yang berkaitan dengan ekonomi global. Seperti karet dan sawit.

Halaman:

Editor: miminradar-Radar Banjarmasin

Tags

Rekomendasi

Terkini

Rem Blong, Truk Solar Hantam Dua Rumah Warga

Kamis, 28 Maret 2024 | 19:00 WIB

Masalah Pendidikan Jadi Sorotan Ombudsman

Kamis, 28 Maret 2024 | 16:50 WIB

Gempa 3,3 Magnitudo Guncang Kotabaru

Kamis, 28 Maret 2024 | 15:58 WIB

Januari hingga Maret, 7 Kebakaran di Balangan

Selasa, 26 Maret 2024 | 15:35 WIB
X