Gelaran Perdana yang Mempesona, Tamu Datang dari Luar Kalsel

- Minggu, 4 Agustus 2019 | 18:08 WIB

Satu persatu pengunjung ditarik masuk ke dalam lapangan. Membaur bersama para penari. Meski dengan gerakan patah-patah, pengunjung dengan semangat ikut menari. Malam itu,  bukan hanya milik Dayak Deyah tapi juga milik para pengunjung yang hadir.

 

WAHYU RAMADHAN, Balangan 

 

Jauh dari keriuhan pusat kota, warga Desa Liyu dan Gunung Riut, sukses membuat pengunjung terkesima. Mereka yang datang, tak hanya dijamu dengan aneka makanan dan minuman. Tapi, juga diajak menari, hingga menyaksikan khidmatnya ritual adat.

Baik laki-laki maupun perempuan. Tua, muda, hingga anak-anak, tumpah ruah di ruas jalan Desa Liyu. Masing-masing dari mereka, memegang obor yang menyala. Tak ketinggalan juga mengangkut hasil panen. Mulai dari berbagai jenis beras, sayur, buah-buahan, telur, ayam, berikut pernak-pernik yang diperlukan untuk keperluan ritual.

Mereka yang semula berkumpul, mulai berjalan perlahan, sembari mengarak barang bawaan hingga ke panggung terbuka yang disulap menjadi Balai (baca: tempat pusat ritual adat digelar) yang letaknya tak jauh dari titik kumpul perarakan. Arak-arakan yang dilakukan oleh Masyarakat Adat Dayak Deyah Kabupaten Balangan, pada Jumat (26/7) malam, itu menandai dimulainya rangkaian acara Tradisi Mesiwah Pare Gumboh atau Syukuran Pesta Panen Bersama, yang berlangsung hingga Minggu (28/7).

Di Balai yang bentuknya persegi panjang itu, sudah duduk Kepala Adat Dayak Deyah setempat, Ali Ancin. Mengenakan rompi dan penutup kepala yang terbuat dari kulit kayu, serta kalung dari gigi serta taring hewan, dia duduk bersila, satu saf bersama dengan para Balian. Menunggu warga yang mengarak segala bahan ritual, untuk kemudian diletakkan ke hadapan mereka. Balian sendiri dalam kepercayaan Masyarakat Adat Dayak, bertugas menghubungkan dunia bawah dengan dunia atas. Termasuk, urusan dengan roh manusia yang telah meninggal.

Sesampainya di Balai, satu persatu warga, meletakkan barang bawaannya. Perlahan, Ali Ancin bersama dengan Balian lainnya mulai merapal mantra dengan nyaring. Mantra pertama, dirapalkan dengan menggunakan bahasa Banjar. Mantra selanjutnya, dirapalkan dengan berbahasa Dayak Deyah.

Samar-samar, penulis menangkap apa yang dirapalkan. Mulai dari ucapan selamat datang, puja puji, ungkapan syukur dan terima kasih, hingga doa-doa permohonan yang di antaranya agar segala marabahaya dienyahkan dari kedua desa yang menggelar pesta. Semua itu, dilakukan sekitar hampir satu jam.

Selesai merapal mantra, maka selesai pula prosesi pertama dalam gelaran Mesiwah Pare Gumboh. Ke depan atau di hari selanjutnya, barang bawaan berupa hasil panen beserta pernak-perniknya itu, diolah menjadi masakan jadi untuk kemudian disajikan kepada arwah para leluhur dan dibagikan kepada warga setempat atau pengunjung yang ingin ikut mencicipi bersama.

Tiga alat musik yakni Lumba, Agung, dan Kalangkupak, menyentak nyaring malam itu. Tabuhan dan ketukan ketiga alat musik tadi, menyatu menjadi alunan nada etnik yang nyaman didengar. Bersamaan dengan itu, para penari yang terdiri dari anak-anak dengan mengenakan kostum adat, berjejer di lapangan. Tepat di depan Balai. Dengan gerakan sederhana nan apik, mereka menampilkan ragam tarian, seirama dengan alunan nada.

Keseruan itu datang silih berganti. Kali ini, tidak hanya anak-anak. Beberapa pemuda dan orang tua turut menampilkan kebolehannya. Mereka, menari sembari mengarahkan jilatan api obor yang menyala ke sekujur pergelangan tangan hingga badan. Tak terbakar, hanya meninggalkan bekas hitam coreng di beberapa bagian tubuh penari.

Selang beberapa waktu, seperti yang disampaikan sebelumnya, malam itu satu persatu pengunjung juga ditarik oleh para penari untuk masuk ke lapangan membaur bersama. Hasilnya, meski dengan gerakan yang kaku, pengunjung pun tumpah ruah ikut menari di lapangan. Malam itu, hingga berakhirnya rangkaian acara Mesiwah Pare Gumboh, bukan hanya milik Dayak Deyah di Kabupaten Balangan. Melainkan, juga milik para pengunjung yang berhadir. Itulah keinginan warganya, agar semua yang hadir turut berbahagia dan merasakan manfaatnya.

Tradisi Mesiwah Pare Gumboh Dayak Deyah Kabupaten Balangan, yang digelar tahun ini di Desa Liyu, merupakan acara syukuran terbesar yang pernah digelar. Kepala Adat Dayak Deyah setempat, Ali Ancin, menuturkan bahwa sebelumnya tradisi ini dilaksanakan oleh masing-masing warga Adat Dayak Deyah.

Halaman:

Editor: berry-Beri Mardiansyah

Tags

Rekomendasi

Terkini

X