Andin Sofyannor Menggugat Otonomi Daerah di Meja Sidang Doktoral

- Senin, 5 Agustus 2019 | 09:45 WIB

Ruang kritik terhadap hegemoni pusat dibawa Andin Sofyannor ke level akademis. Melalui disertasinya yang berisi "gugatan" terhadap politik hukum otonomi daera, dia menyoroti ketidak-adilan pengelolaan sumber daya alam yang dikamuflasekan dalam UU Pemerintah daerah.

---


Memakai jas berwarna gelap, Andin Sofyannor menunggu dengan wajah tegang di depan pintu. Dia menghabiskan dua menit awal acara dengan mematut-matut dasi dasi dan memperbaiki letak kacamata minusnya.

Saat akhirnya namanya dipangil, pintu terbuka, lelaki berusia 43 itu melangkah masuk diiringi tatapan 30-an orang yang telah memenuhi ruangan Auditorium lantai IV gedung Mochtar Kusumaatmadja, Universitas Padjajaran Bandung, Senin (29/7).

Di depan, dengan wajah penuh pengamatan, sudah hadir tujuh orang panelis. Prof dr Rukmana, Dr, Kuntana Magnar, Dr Ali Abdurrahman, Prof Dr I Gede Pantja Astawa. Juga promotor disertasinya, Prof Dr Eman Suparman, Dr Indra Perwira dan Dr Zaenal Muttaqqin. Semuanya diketuai Dekan Fakultas Hukum Prof Dr An an Chandrawulan. Andin memberi hormat dan kemudian dipersilakan menyampaikan ringkasan disertasinya di atas podium.

Judul disertasi Andin adalah "Politik Hukum Otonomi Daerah terhadap Pengelolaan Sumber Daya Alam di Bidang Pertambangan Batubara dalam Rangka Mewujudkan Kemandirian Daerah dan kesejahteraan Rakyat. Dalam pembacaan sepanjang 10 menit itu, Andin menjlentrehkan latar belakang permasalahan serta poin-poin problematik dari tema yang diangkatnya.

Intinya, dia menggugat UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintah Daerah yang menurutnya memiliki kecenderungan resentralisasi. Pemerintah pusat merampas kewenangan daerah dalam pengelolaan mineral dan batubara dan meminjam tangan pemerintah provinsi untuk memperpanjang hegemoni pusat atas daerah.

"Padahal provinsi adalah wakil pemerintah pusat, bukan institusi yang menjadi bagian langsung penerima mandat otonomi," ucapnya yang menilai hal ini merupakan pengingkaran dan penyelundupan hukum yang bertentangan dengan semangat penyellanggaran otonomi daerah yang dikehendaki oleh konstitusi.

Penyimpangan semangat otonomi ini bukan hanya merugikan daerah tetapi juga pada gilirannya menimbulkan kekacauan administratif, mengingat belum ada produk turunan hukum atas UU Nomor 23 Tahun 2014.

Undang-undang ini kemudian bertabrakan dengan penerapan UU Minerba yang menghendaki penguasaan mineral dan batubara dielenggarakan oleh pemerintah daerah. Dampaknya mudah ditebak: terjadi overlapping kewenangan yang di ujungnya menimbulkan kekisruhan penerapan kewenangan.

"Salah satunya adalah dihilangkannya kewenangan kabupaten/kota untuk mengeluarkan izin usaha pertambangan serta perpanjangan izin usaha pertambangan," ucap Andin. Bahkan fungsi kontrol dan pengawasan terhadap pelaku tambang ilegal dan dampak yang muncul di sekitar tambang tersebut juga kini tak dimiliki lagi oleh daerah.

Dari seluruh bagan pembagian urusan pemerintah tentang pengelolaan bidang energi dan sumber daya mineral, pemerintah pusat dan provinsi berbagi kewenangan penetapan dan penerbitan izin usaha, sementara pemerintah daerah tidak mendapatkan porsi apapun. Hal ini menurut Andin salah dalam logika kebijakan pusat-daerah dan menjadi langkah politik hukum yang keliru.

"Akhirnya daerah produksi hanya menikmati kehancuran lingkungan dan mendapat dampak sosial lainnya dari pertambangan," ujarnya yang menilai inilah yang meniad salah satu pemicu kemarahan masyarakat di sekitar wilayah pertambangan.

Ilustrasi-ilustrasi ini dinilai Andin dalam desertasinya adalah dampak dari undang-undang tentang penggelolaan daerah yang keliru. Ada model politik hukum yang tidak sesuai dengan jiwa dan semangat Pasal 18 dan Pasal 33 UUD tahun 1945. Seharusnya UU Nomor 23 Tahun 2014 memiliki semangat dan keberpihakan untuk memperkuat kebijakan negara dalam otonomi daerah.

"Dengan pendekatan berbeda, harusnya otonomi daerah dapat memberikan peluang seluas-luasnya untuk berkembang sesuai dengan karakteristik dan kultur daerah, berekpresi dan berinovasi sesuai dengan potensi dan kekayaannya masing-masing," simpul Andin yang mengambul studi komparasi di Filipina, Argentina dan Bolivia ini.

Halaman:

Editor: miminradar-Radar Banjarmasin

Tags

Rekomendasi

Terkini

X