2 PNS Korup, Belum Bisa Dipecat Pemprov, Ini Penyebabnya...

- Selasa, 6 Agustus 2019 | 10:55 WIB

BANJARMASIN – Meski Kemendagri menekan untuk segera menyelesaikan proses Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) kepada para PNS korup, namun tak banyak yang bisa dilakukan pemerintah provinsi Kalsel. Badan Kepegawaian Daerah (BKD) mengatakan dua PNS yang dituding terlibat kasus korupsi belum bisa dipecat karena mereka mengajukan gugatan ke PTUN Banjarmasin.

“Satu orang per tanggal 1 Agustus tadi memasuki usia pensiun. Sedangakan satunya lagi masih aktif sebagai PNS,” beber Kabid Hukum, Kesejahteraan dan Pemberhentian BKD Kalsel, Noryadi kemarin. Dua PNS itu pun masih menerima gaji.

Lantaran belum ada putusan hukum tetap, Pemprov pun tak bisa berbuat apa-apa. Selain dua orang itu, delapan PNS lainnya sudah dilakukan pemecatan lantaran dinyatakan bersalah karena melakukan tindakan korupsi.

Tak ingin Kemendagri mengira mereka tidak responsif terhadap sanksi teguran yang sudah dilayangkan kepada Gubernur Kalsel Sahbirin Noor, BKD Kalsel sudah bersurat ke Kemendagri, Kemenpan RB dan BKN untuk berkonsultasi mengenai persoalan ini. Namun, hingga kemarin, tanggapan dari pemerintah pusat tersebut belum diterima pihaknya.

Surat itu bernomor 800/0725-HKP.1-BKD/2019 yang langsung ditandatangani Gubernur Kalsel, Sahbirin Noor tertanggal 15 Maret 2019 tadi. Di dalam surat itu Pemprov meminta arahan tindak lanjut penegakan hukum terhadap PNS yang telah dijatuhi hukuman berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan.

Dari data BKD Kalsel, dua PNS ini adalah limpahan dari kabupaten kota sebelum berlakunya UU Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Dua PNS tersebut adalah PNS di dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kalsel, yakni bertugas di SMAN 10 Banjarmasin.

Pihaknya memastikan, ketika ada putusan hukum tetap di PTUN, secepatnya akan dilakukan eksekusi. “Kami melakukan eksekusi sebelum putusan malah kami yang akan dituntut orang,” imbuhnya.

Seperti diketahui, 30 April lalu adalah batas terakhir bagi pemerintah daerah untuk memecat pegawainya yang dinyatakan bersalah melakukan korupsi dan sudah berkekuatan hukum tetap (inkrah).

Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Akmal Malik Piliang mengatakan, sebagaimana Surat Edaran Menpan, jika tanggal tersebut tidak dilaksanakan, maka ada konsekuensi hukum.

Jika mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administrasi Kepada Pejabat Pemerintahan, sanksi bisa meningkat berjenjang jika belum dilaksanakan. Di atas sanksi teguran tertulis adalah sanksi pemberhentian hak-hak keuangan kepada Kepala Daerah. 

Seperti diketahui, Mendagri Tjahjo Kumolo mengeluarkan surat teguran kepada 103 kepala daerah yang terdiri dari 11 gubernur, 80 bupati, dan 12 walikota. Pasalnya, 103 daerah itu termasuk masih memiliki tanggungan PTDH PNS Korupsi. Dari 2.259 PNS Pemda yang dipidana korupsi, ada 275 yang belum dipecat dan masih diberikan gaji.

--

Sementara itu, aktivis Indonesian Corruption Watch (ICW) Egi Primayogha mengkritik sikap pemerintah yang terkesan lambat dalam merespon persoalan tersebut. Padahal, kewajiban untuk memberhentikan PNS Korupsi sudah harus dilakukan sejak tahun lalu.

"Batas waktu pemecatan sudah diundur berkali-kali. Terakhir diberi batas waktu sampai akhir Mei," ujarnya. 

Melihat situasi tersebut, lanjut dia, semestinya kepala daerah yang menjabat sebagai Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) sudah tidak hanya diberikan teguran. Melainkan sanksi tegas. Apalagi, dasar hukum pemberian sanksi sudah ada.

Halaman:

Editor: miminradar-Radar Banjarmasin

Tags

Rekomendasi

Terkini

EO Bisa Dijerat Sejumlah Undang-Undang

Rabu, 24 April 2024 | 08:00 WIB

Pengedar Sabu di IKN Diringkus Polisi

Rabu, 24 April 2024 | 06:52 WIB

Raup Rp 40 Juta Usai Jadi Admin Gadungan

Selasa, 23 April 2024 | 09:50 WIB
X