BANJARMASIN - Siring Pierre Tendean tak senyaman dulu. Tiap liburan akhir pekan selalu berjejal. Ditambah dengan munculnya pedagang kaki lima yang semaunya. Membuka lapak di badan siring dan taman hingga mengganggu pejalan kaki.
Setidaknya itulah yang dirasakan Selamat Riyadi. Warga Kayu Tangi itu hampir tiap weekend jalan-jalan ke sana. "Makin lama makin nggak enak. Apalagi kalau bawa anak. Bergerak rasanya susah. Karena area untuk berjalannya makin sempit," ucapnya.
Selamat jelas tak mengada-ada. Buktikan saja sendiri. Setidaknya separuh dari selasar siring diisi lapak kaki lima. Pengalaman serupa juga dirasakan Novi.
Warga Jalan Pramuka ini baru akhir pekan tadi jalan-jalan ke siring. Mood-nya hilang seketika ketika dipaksa ikut berjejal. "Capek juga. Belum lagi menjaga barang bawaan karena takut kecopetan," katanya.
Kegelisahan warga itu ditangkap Anggota Komisi II DPRD Banjarmasin, Awan Subarkah. Menurutnya, persoalan itu sudah didengarnya dalam rembuk di Rumah Anno 1925, beberapa waktu lalu.
"Dari catatan pemko, PKL di sana ada sebanyak 650 orang. Ini berbeda dengan data dari perwakilan PKL yang menyebutkan angka lebih dari itu," tuturnya.
Itulah yang diminta dewan kepada pemko. Agar mereka melakukan pendataan ulang untuk memastikan jumlah PKL di sana. Tanpa data akurat didapat, sulit untuk menata ulang. Tujuannya untuk menyebar penempatan PKL.
Dia sebenarnya tak meminta pemko untuk melarang PKL berjualan di sana. Awan justru menyarankan kawasan ini dibatasi bagi warga Banjarmasin. "Misal satu keluarga hanya boleh dijatah satu lapak saja, tidak boleh lebih," usulnya.
Aturan begitu, menurutnya penting. Agar jumlah PKL di Siring Pierre Tendean tak berlebihan. "Terpenting, PKL harus memperhatikan kebersihan di situ," pungkas politikus PKS itu. (nur/fud/ema)