RUU Pesantren Sedang Digodok, Ponpes Cemaskan Intervensi Pemerintah

- Kamis, 29 Agustus 2019 | 11:41 WIB

BANJARBARU - Sejumlah pondok pesantren (ponpes) harap-harap cemas dengan adanya Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pesantren dan Pendidikan Keagamaan yang kini sedang dikebut Komisi VIII DPR RI. Targetnya Mereka menargetkan rancangan itu rampung pada September 2019 ini.

RUU tersebut dikhawatirkan akan mengganggu ruang gerak pesantren, jika nantinya disahkan jadi undang-undang.

"Dengan adanya UU Pesantren mungkin kita akan berdampingan dengan pemerintah. Saya setuju itu. Tapi, saya berharap UU tidak terlalu mengontrol pesantren," kata Pimpinan Ponpes Yasin, Ustaz Saifullah.

Kekhawatiran Saifullah bukan tanpa sebab. Pasalnya, dalam draft RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan masih ada sejumlah pasal yang dinilai tak berpihak pada pesantren. Pada pasal 20 misalnya, atas nama penjaminan mutu, pemerintah melalui Kementerian Agama (Kemenag) dapat mengatur konten dan ukuran kualitas pesantren.

"Ponpes merupakan pendidikan paling tua. Jadi tidak bisa diintervensi dan diatur oleh pemerintah. Biarlah, pesantren seperti apa adanya," beber Saifullah.

Dia mengungkapkan, apabila ponpes terlalu dikontrol oleh pemerintah lambat laun ciri khasnya akan hilang. "Pesantren adalah tempat belajar agama. Sementara agama tidak bisa diintervensi dan dikontrol, karena punya batasan sendiri," ungkapnya.

Hal senada diutarakan Guru Sepuh Ponpes Al Falah Putri, Abdussamad Sulaiman. Menurutnya, pesantren tidak bisa diintervensi pemerintah. "Tapi, saya lihat RUU tidak terlalu jadi polemik. Jadi, mungkin isinya bagus saja," ujarnya.

Selain itu, dia menyampaikan, dalam merancang RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan DPR RI juga telah melibatkan sejumlah Ormas Islam dan pimpinan ponpes. Sehingga, hasilnya pasti untuk kebaikan ponpes.

Terpisah, Sekretaris Umum MUI Kalsel H Fadli Mansur memastikan jika RUU Pesantren bagus untuk ponpes. Sebab, dengan adanya undang-undang itu maka secara hukum keberadaan pesantren lebih kuat.

"Karena selama ini pesantren menyatu dengan sistem pendidikan umum, dalam UU nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional," jelasnya.

Menurutnya, tidak masalah pemerintah ikut campur dan berkolaborasi dalam mengembangkan pendidikan Islam. "Tapi tetap, karena pesantren basisnya di masyarakat maka masyarakat yang masih harus berada di saf terdepan dalam pengembangan pendidikan Islam," pungkasnya.

Sementara itu, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) bidang Hukum, HAM, dan Perundang-undangan Robikin Emhas mengungkapkan celah untuk intervensi pemerintah melalui Kemenag.

Bentuk intervensi yang paling nyata lainnya adalah perubahan kurikulum. Penempatan Kemenag dinilai bakal jadi pintu masuk untuk mengatur kurikulum di pesantren. Kalau sudah begitu, kemungkinan besar akan berubah arah, termasuk materinya.

Bukan hanya itu, materi pendidikan keagamaan di bawah naungan Kemenag dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dianggap kurang memadahi. Pasalnya, tak ada materi tentang akhlak. Hanya berpusat tentang akidah dan syariat.

Contoh paling mudah adalah ketika materi perang zaman Rosululloh. Materi yang diangkat hanya soal kapan peristiwa terjadi dan latarbelakang.

”Tak ada yang membahas soal bagaimana Nabi Muhammad SAW membangun harmoni sosial.  Padahal, itu sangat penting dampaknya,” ungkapnya yang ditemui di sela rapat bersama anggota Panja RUU Pesantren, di Senayan, Jakarta, Selasa (27/8).

Halaman:

Editor: miminradar-Radar Banjarmasin

Tags

Rekomendasi

Terkini

Pertanyakan Konsistensi Dinas PUPR

Selasa, 23 April 2024 | 08:45 WIB

Kebakaran, Duit Sisa THR Ikut Hangus

Sabtu, 20 April 2024 | 09:15 WIB
X