Ketika Dalang Wayang Kulit Purwa Banjar Gelorakan #SaveMeratus

- Kamis, 29 Agustus 2019 | 11:50 WIB

Harmoni di Karang Tumaritis mulai terusik. Penguasa Hastinapura, Suyudana, mengutus Begawan Durna untuk mengobrak-abrik kehidupan di sana. Berharap bisa menguasai, hingga mengeruk kekayaan alamnya.

-- Oleh: WAHYU RAMADHAN, Barabai --

Dalam dunia pewayangan, Tumaritis diceritakan sebagai wilayah yang ideal. Di dalamnya, manusia dan makhluk lainnya hidup berdampingan dalam harmoni.

Tidak hanya itu, wilayah yang masuk dalam kekuasaan Madukara atau Negara Pandawa, itu juga terkenal dengan kekayaan alamnya. Ada gunung yang berselimut hutan belantara, hingga perut bumi yang menyimpan batu bara.

Kekayaan alam yang melimpah itulah yang membuat Penguasa Hastinapura, Suyudana, mengutus Begawan Durna. Menaklukkan Tumaritis, kemudian mengeruk kekayaan alamnya. Merusak keharmonisan manusia dana lam.

Kabar tentang keinginan Suyudana, sampai ke telinga Arjuna, sang Raja di Negara Pandawa. Tak tinggal diam, Arjuna, meminta Semar yang juga menjadi penghuni Tumaritis, untuk bertindak. Mempertahankan kawasan sampai titik darah penghabisan.

Bagi Semar, titah Arjuna merupakan hal yang mutlak dituruti. Bukan tanpa alasan, rusaknya Tumaritis, berimbas pada terjadinya kekacauan di mana-mana. Kepada ketiga anaknya yakni Gareng, Petruk dan Bagong, dia mengatakan bahwa lebih baik air berubah warna merah akibat pertumpahan darah ketimbang air berubah warna menjadi hitam akibat kekayaan alam yang dieksploitasi.

Perjuangan mempertahankan wilayah pun dimulai. Begawan Durna yang diutus Suyudana bertarung habis-habisan melawan Semar dan ketiga anaknya. Saking sengitnya pertarungan, untuk berhasil mengalahkan Durna yang ketika itu mengubah wujudnya menjadi Gumbayana, Semar bahkan harus menjelma menjadi sang Hyang Ismaya.

Beruntung, Semar berhasil mempertahankan agar Tumaritis tak jatuh ke tangan Suyudana beserta antek-anteknya.

--

Itulah sekelumit kisah yang dibawakan Reza Fahmi bersama 15 anggota Sanggar Seni Ading Bastari, melalui gelaran kesenian Wayang Kulit Purwa Banjar. Betugas sebagai Dalang, lelaki asal Desa Barikin itu, selama semalam suntuk, pada Selasa (27/8) yang dingin di depan Gedung Balai Rakyat Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST), dalam gelaran penutup Pentas Seni Semarak Kemerdekaan yang digelar oleh Dewan Kesenian HST, menghibur masyarakat setempat melalui lakon berjudul ‘Gerimis Melanda Hati’.

Sekilas, mayoritas masyarakat mungkin mengira bahwa gelaran kesenian Wayang Purwa Banjar yang mengusung judul ‘Gerimis Melanda Hati’, menceritakan lagu dangdut yang dibawakan oleh penyanyi Erie Suzan. Namun oleh Reza, judul lagu itu, menginspirasinya membawakan lakon tentang persoalan yang sekarang ini melingkupi kawasan Kabupaten HST. Yakni, persoalan pertambangan.

Melalui Wayang Kulit Purwa Banjar, Reza mengatakan, Tumaritis diibaratkan Kabupaten HST. Sementara Arjuna, Semar dan ketiga anaknya, merupakan gambaran pemerintah dan masyarakat, yang kekeuh menentang masuknya sektor pertambangan di Kabupaten HST.

“Gerimis Melanda Hati, saya artikan sebagai kabar miris yang melanda kawasan Kabupaten HST,” ungkapnya.

Dalam gelaran malam itu, agar tidak membosankan, Reza juga memasukkan unsur humor ke dalam cerita wayang yang dimainkannya. Ditampilkannya dengan apik melalui tingkah laku Gareng, yang asyik merayu seorang perempuan.

Halaman:

Editor: miminradar-Radar Banjarmasin

Tags

Rekomendasi

Terkini

Pertanyakan Konsistensi Dinas PUPR

Selasa, 23 April 2024 | 08:45 WIB

Kebakaran, Duit Sisa THR Ikut Hangus

Sabtu, 20 April 2024 | 09:15 WIB
X