Pengadaan Barang dan Jasa Peluang Korupsi Tertinggi

- Sabtu, 14 September 2019 | 14:31 WIB

BANJARMASIN – Pengadaan barang dan jasa pemerintah menjadi celah korupsi tertinggi. Bahkan menurut Tenaga Ahli dan Strategi Nasional Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Hayidrali, potensi di tindak pidana korupsi di sektor ini mencapai 80 persen.

Hal itu diungkap Hayidrali dalam Sosialisasi dan Diskusi tentang Aksi Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) bersama perwakilan CSO, Akademisi, dan media lokal Kalsel, Kamis (12/9) malam di Cafe Seasons di Jalan S Parman, Banjarmasin.

Diskusi dipandu Pimred Radar Banjarmasin Toto Fachruddin dan menghadirkan pula pembicara Ahmad Fikri Hadin dari Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat.

"Data yang ada, dari potensi itu, timbul angka 40 sampai 50 persen pelaku penyedia barang dan jasa rawan melakukan tindak pidana korupsi," ucapnya.

Bahkan menurutnya, kerawanan korupsi itu terjadi tak hanya pada saat proses pengadaan berjalan. Namun, sejak proses penganggaran saja sudah ada celah untuk melakukan korupsi.

"Belum proses pengadaan saja, sudah ada celah. Berawal dari anggaran disusun, lalu dibahas di DPR. Di situ juga sudah terjadi," jelasnya.

Selain itu dalam pelelangan sebuah proyek pengadaan yang dilaksanakan pemerintah, kemungkinan adanya penyusunan strategi antara eksekutif dan legislatif bisa saja terjadi, demi mencari keuntungan.

"Sebenarnya bahkan paket-paket itu sudah disusun. Bukan hal rahasia lagi, ada beberapa anggota dewan itu banyak punya perusahaan. Biar mulus, diarahkanlah ke perusahaan mereka," bebernya.

Ditambahkannya penyimpangan ini juga salah satu penyebab sering terjadinya keterlambatan proses lelang, yang jelas akan berpengaruh terhadap serapan anggaran di sebuah pemerintahan. Maka bukan hal rahasia lagi jika di awal tahun serapan anggaran rendah, akhir tahun tiba-tiba melonjak.

Dia juga tertarik dengan APBD Kalsel 2018 yang mencapai Rp6,5 triliun. Disana dia melihat pengadaan barang dan jasa untuk birokrasi jauh lebih besar dibanding pelayanan publik. "Berarti artinya, APBD di Kalsel lebih banyak digunakan untuk kepentingan birokrasi," tuturnya.

Seringkali menurutnya, pemerintah menjadikan proses lelang di Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) sebagai penyebab rendahnya penyerapan anggaran. "LPSE bukan memperlambat, tapi sebenarnya malah mempermudah. Kalau ada yang bilang sistem itu yang memperlambat, saya dengan tegas membantah," tegasnya.

Akhirnya ia pun menyimpulkan, korupsi di Indonesia memang bukan hal rahasia lagi. Contohnya saja, pada tahun 2018, KPK berhasil menyelamatkan aset atau kekayaan negara sebesar Rp152,9 triliun. Sebesar 99,65 persennya dari sektor hulu migas, yaitu aset-aset migas milik negara yang tidak pernah tercatat oleh pemerintah.

"Dari keuangan negara yang berhasil diselamatkan tahun itu juga sebesar Rp700,7 triliun. Semua itu dari tindak pidana korupsi seperti uang pengganti, uang rampasan, uang sitaan, penjualan hasil lelang TPK, dan ongkos perkara," tandasnya.

Acara diskusi santai itu ditutup dengan aksi tanda tangan di kain putih yang bertuliskan "Kalsel Menolak Revisi Undang-Undang KPK". Selanjutnya akan dikirimkan ke Jakarta. (hid/bin/ema)

Editor: miminradar-Radar Banjarmasin

Tags

Rekomendasi

Terkini

Balaskan Dendam Kawan, Keroyok Orang Hingga Tewas

Kamis, 28 Maret 2024 | 18:10 WIB

Setelah Sempat Dikeroyok, Seorang Pemuda Tewas

Kamis, 28 Maret 2024 | 08:00 WIB

Tim Gabungan Kembali Sita Puluhan Botol Miras

Selasa, 26 Maret 2024 | 16:40 WIB
X