BANJARMASIN - Papan larangan berjualan yang dipasang di sepanjang Siring Pierre Tendean menjadi pajangan belaka. Pedagang kaki lima tetap menjejali jalur pejalan kaki itu.
Pada akhir pekan, siring di tepi Sungai Martapura itu berubah menjadi pasar. Satpol PP sudah berkali-kali menertibkan. Nyatanya teguran petugas seperti angin lalu.
Jika ada petugas mengawasi, PKL akan menjauh, batal berdagang. Tapi ketika petugas pulang, PKL akan berdatangan. Kucing-kucingan tanpa akhir.
Bukan karena PKL tak mengerti aturan. Mereka paham betul telah melanggar perda. Contoh Ina, pedagang minuman di siring. "Iya, kami memang salah. Karena memang tak boleh menjajakan dagangan di kawasan Menara Pandang," ujarnya, kemarin (22/9) sore.
Ina bingung harus kemana. Berdagang di lain kerap sepi pembeli. Ina juga ikut-ikutan. Banyak kawan-kawan sesama PKL yang nekat berjualan di siring.
"Jika kami dilarang di sini, harus kemana lagi? Kami juga bosan terus-terusan kena penertiban Satpol PP," tambahnya.
Menanggapi masalah ini, Kabid Pengembangan Pariwisata Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Banjarmasin, Khuzaimi mengaku sudah coba mengajak PKL berdiskusi. Tapi tetap saja mereka membandel.
"Bisa dilihat sendiri. Spanduk larangan sudah dipasang, tetap saja berjualan di sana. Kami sudah meminta mereka bergabung ke area yang disediakan, tapi dicueki," sesalnya.
Kebosanan serupa juga dirasakan Kasi Opsdal Satpol PP Banjarmasin, Noor Arif Ridha. Dia sudah bolak-balik menegur dan mengusir PKL. Hasilnya? Nihil.
"Kami tak mungkin terus-menerus berjaga di sana. Pekerjaan lain bakal terbengkalai. Apalagi area siring ini sangat luas. Tak sedikit personel yang harus diturunkan," jelas Fahmi.
Diingatkannya, penertiban atau penyitaan bukanlah solusi. PKL butuh relokasi. "Kalau sebatas mengangkuti PKL nakal, kami paling siap di garis depan. Tapi bukan itu masalahnya. PKL selalu bertanya, kemana lagi mereka berdagang? Kami tak bisa menjawabnya," pungkasnya. (hid/fud/ema)