Sulit Intens Cek Kualitas Udara, Pemko Banjarbaru Akui Terkendala Anggaran

- Minggu, 6 Oktober 2019 | 10:24 WIB

BANJARBARU - Kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) tak hanya mengancam pemukiman penduduk. Namun dampak yang disebabkan; kabut asap juga rawan mengancam kesehatan masyarakat.

Salah satu dampak nyata terpapar kabut asap hasil Karhutla adalah kerawanan terserang penyakit ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut). Bahkan ketika Karhutla tiba, tren ISPA selalu cenderung meningkat.

Selain menggunakan masker sebagai benteng perdana menghindari paparan kabut asap. Dalam pencegahannya, pengecekan kualitas udara juga jadi salah satu instrumen. Khususnya ketika Karhutla marak menerpa.

Namun sayang, rupanya pengujian kualitas udara di Banjarbaru tak bisa intens dilakukan. Hal ini diterangkan oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Banjarbaru lantaran terpaut keterbatasan anggaran.

"Maaf kita untuk hari ini tidak ada jadwal pengujian kualitas udara. Terakhir tanggal 18-19 September 2019 lalu," kata Kepala Seksi Tata Lingkungan, Dinas Lingkungan Hidup (LH) Kota Banjarbaru, Rusmilawati saat dikonfirmasi beberapa waktu lalu.

Dijelaskan Mila -panggilan akrabnya- jika pengecekan kualitas udara tidak bisa dilakukan mereka di setiap waktu. Alasannya karena dana yang terbatas. Bahkan dalam pengecekan terakhir, pihaknya harus menggaet kerja sama dengan Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BBKTLPP) Banjarbaru.

"Iya, kita terbatas di sana (dana). Jadi untuk pengecekan nantinya baru dijadwalkan di Triwulan ke Empat, dan untuk yang (pengujian) kualitas udara di musim kemarau ini sudah berakhir. Tinggal (kemarau) tahun depan lagi," bebernya.

Lalu bagaimana solusi Pemko agar dapat data ihwal kualitas udara di Banjarbaru. Mengingat data ini sendiri sangat penting. Yakni sebagai referensi dalam penanganan dan pencegahan penyakit akibat kualitas udara yang tidak sehat.

Mila menjawab diplomatis. Bahwa pihaknya akan mencoba mengusulkannya ke Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) terkait dana untuk pengujian kualitas udara khususnya di musim Karhutla.

"Nanti kita coba usulkan. Karena dalam pengujian ini sebenarnya ada dua tahapan untuk kemarau dan penghujan. Juga ada dua tahapan Passive Sampler dari Kementerian," jawabnya.

Lantas bagaimana dengan kualitas udara teranyar di Banjarbaru? Mila menjawabnya dengan asumsi kemungkinan. "Mungkin hasilnya kurang lebih dengan yang juga. Untuk ISPU PM10 nya masuk kategori sangat tidak sehat, tapi untuk parameter yang lainnya aman semua," ucapnya.

Sebagai pengingat, saat pengujian kualitas udara pada 18-19 September lalu yang dikorankan Radar Banjarmasin. Berdasarkan Hasil Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) yang dikeluarkan Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BBTKLPP) Banjarbaru pada 20 September, kualitas udara di Banjarbaru saat ini cukup mengkhawatirkan.

Hasil ISPU yang diukur di kawasan Bandara Syamsudin Noor pada 18 hingga 19 September 2019 itu mencatat, indeks pencemaran maksimum PM 10 atau partikel dengan diameter 10 mikrometer berada di level 200. Angka tersebut menunjukkan bahwa udara di Banjarbaru sangat tidak sehat.

Indeks pencemaran maksimum sendiri dari 0 hingga 500. Jika, indeks 0-50 maka udara dianggap baik. Lalu, 51-100 berarti sedang. Namun, jika masuk level 200-299, maka kualitas udara sangat tidak sehat dan 300-500 masuk kategori berbahaya.

"Iya, angkanya benar. PM-10 di lokasi pengukuran, yakni di kawasan Bandara Syamsudin Noor indeksnya 200. Artinya sangat tidak sehat," katanya.

Halaman:

Editor: miminradar-Radar Banjarmasin

Tags

Rekomendasi

Terkini

Pertanyakan Konsistensi Dinas PUPR

Selasa, 23 April 2024 | 08:45 WIB
X