BPOM Sudah Larang Ranitidin, Rumah Sakit Belum Terima Surat Penarikan

- Kamis, 10 Oktober 2019 | 12:42 WIB

BANJARMASIN - Badan Pengawasan Obat dan Makanan (Badan POM) telah mengeluarkan surat agar produk obat yang mengandung ranitidin ditarik dari pasaran dan produksinya dihentikan. Meski demikian, Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ulin Banjarmasin Suciati mengatakan pihaknya masih belum menerima perintah resmi mengenai hal ini.

"Sudah baca kemarin (8/10) di media massa berita penarikan ranitidin dari peredaran, tapi surat edaran resmi dari Kementerian Kesehatan atau BPOM belum ada," kata suci kepada Radar Banjarmasin, Rabu (9/10).

Basanya setelah ada informasi seperti itu, pusat akan mengirimkan surat edaran ke seluruh rumah sakit. Selanjutnya akan diteruskan ke bidang instalasi farmasi di rumah sakit. Suci mengatakan selagi menunggu surat edaran resmi dari pusat, pihaknya sudah menghentikan penjualan obat lambung itu.

Kabid Humas BPOM Banjarmasin Titis menegaskan, pihaknya telah mengikuti arahan dari pusat jika memang ada surat perintah recall terhadap ranitidin. "Kebijakan ya sama tidak dibeda-bedakan, harus ditarik," tegasnya.

Setelah mendengar kebijakan dari pusat agar menarik peredaran obat ranitidin, BPOM Banjarmasin bergerak cepat memberikan surat edaran ke Pedagang Besar Farmasi (PBF) di Banjarmasin. Aturan dari pusat, pabrikan farmasi melalui PBF harus menarik seluruh obat ranitidin yang beredar di pasaran melalui distributor nya yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.

Mengenai batas waktu penarikan, jelasnya, tentu butuh proses, karena penyebarannya yang sangat luas."Tugas BPOM sendiri akan memantau penarikan barang dari peredaran, biasanya distributor memberikan laporan yang sudah ditarik," jelasnya.

Info penarikan obat Ranitidin juga belum disampaikan BPOM ke RSD Idaman Banjarbaru. Hingga kemarin, pihak rumah sakit belum juga menerima pemberitahuan.

"Kami tahunya baru dari media-media, kalau pemberitahuan dari BPOM belum kami terima," kata Kepala Bagian TU RSUD Idaman Kota Banjarbaru, Muhammad Firmansyah.

Namun, dia menyampaikan, meski belum menerima kabar dari BPOM pihaknya sudah tidak menggunakan obat Ranitidin yang ditarik oleh BPOM tersebut. "Jadi, obat yang ada di RSD Idaman semuanya aman," ucapnya.

Firman menuturkan, berdasarkan informasi yang didapatkannya, Ranitidin sebenarnya tidak bermasalah. Hanya saja, yang membuat BPOM menariknya dari pasaran yakni dikarenakan terpapar zat lain yang bisa menyebabkan potensi kanker. "Infonya ditarik gara-gara terpapar zat N-Nitrosodimethylamine (NDMA)," tuturnya.

Sementara itu, Ketua IDI Wilayah Kalimantan Selatan M Rudiansyah menjelaskan, Ranitidin merupakan obat yang termasuk dalam golongan histamin 2 blocker (penghambat histamin 2).

"Efek Ranitidin dapat menurunkan produksi asam lambung. Juga mampu mencegah dan memperbaiki keluhan-keluhan rasa terbakar di dada, karena asam lambung naik ke saluran pencernaan atas," jelasnya.

Dia menambahkan, Ranitidin juga diberikan pada kasus-kasus tertentu. Seperti pada kasus pengobatan dan pencegahan ulkus pada lambung dan usus halus serta pengobatan GERD (Gastroesophageal Reflux Disease).

"Penggunaan Ranitidin ini sudah sangat umum beredar di masyarakat untuk pengobatan kondisi-kondisi tersebut," tambahnya.

Menurut informasi yang diterimanya, pada 24 September 2019, FDA Amerika Serikat sudah lebih dulu mengumumkan kepada para profesional kesehatan dan pasien-pasien untuk secara sukarela menarik kembali Ranitidin kapsul yang dikeluarkan salah satu perusahaan farmasi terbesar di dunia.

Halaman:

Editor: miminradar-Radar Banjarmasin

Tags

Rekomendasi

Terkini

Kebakaran, Duit Sisa THR Ikut Hangus

Sabtu, 20 April 2024 | 09:15 WIB
X