Karena AIDS, Waria asal Liang Anggang Meregang Nyawa

- Rabu, 16 Oktober 2019 | 14:15 WIB

BANJARBARU - HIV/AIDS kembali merenggut nyawa warga Banua. Setelah beberapa bulan yang lalu pasangan suami istri di Kelurahan Syamsudin Noor meninggal dunia, karena virus mematikan itu. Kali ini, giliran salah seorang waria warga Landasan Ulin yang menyusul mereka.

Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Banjarbaru Edi Sampana menyampaikan, korban terakhir virus HIV/AIDS tersebut baru meninggal dunia pada Sabtu (12/10) tadi. "Almarhum seorang waria, yang sudah terdeteksi mengidap HIV pada 12 September 2017 lalu," katanya.

Dia mengungkapkan, pria berinisial A itu tidak sanggup bertahan hidup akibat HIV lantaran tidak mau meminum obat rejimen anti-retroviral (ARV) yang diperlukan untuk mengurangi virus. "Karena A tidak menelan ARV, maka dari hari ke hari daya tahan tubuhnya digorogoti virus. Sehingga semakin menurun daya tahan tubuhnya," ungkapnya.

Ketika daya tahan tubuhnya semakin menurun, pada 12 Juni 2019 A masuk rumah sakit dan dinyatakan dokter HIV di dalam tubuhnya sudah menjadi AIDS. "Badan A bertambah kurus karena penyakitnya tambah berat. Sabtu (12/10) tadi dinyatakan meninggal dunia setelah beberapa hari susah makan," beber Edi.

Dia menyampaikan, meninggalnya A menambah daftar korban HIV/AIDS di Banjarbaru. "Berdasarkan data yang kami himpun, tahun ini sudah ada lima orang yang meninggal dunia gara-gara HIV/AIDS," ucapnya.

Beberapa bulan yang lalu juga ada dua anak kakak beradik di Kelurahan Syamsudin Noor, Landasan Ulin harus kehilangan ayah dan ibunya lantaran mengidap penyakit mematikan tersebut.

Dia menuturkan, andai saja pasangan suami istri itu meminum obat anti virus secara teratur. Kemungkinan masih bisa bertahan hidup sampai sekarang. "Karena kalau tak meminum, maka hanya dalam dua tahun HIV akan berkembang menjadi AIDS. Di saat itu kekebalan tubuhnya tak lagi berfungsi," jelasnya.

Kasus penderita HIV/AIDS meninggal dunia, akibat menolak minum obat sendiri sudah beberapa kali terjadi di Banjarbaru. Pada 2018 misalnya, total ada delapan orang yang kehilangan nyawa. "Hampir setiap tahun ada yang meninggal, lantaran tidak mau minum obat," ungkap Edi.

Ditambahkannya, alasan pengidap enggan meminum obat bermacam-macam. Ada yang tak tahan dengan efek sampingnya, ada pula dikarenakan bosan. "Biasanya yang tidak mau minum obat ini merasa dia sehat. Padahal, paling lama dua tahun dia akan sakit-sakitan," tambahnya.

Di Banjarbaru sendiri masih ada 100 lebih penderita HIV/AIDS yang mereka kawal, supaya tetap rutin minum obat rejimen anti-retroviral (ARV). "Jumlah pengidap yang ditemukan sejak 2002 sebenarnya sebenarnya sekitar 300. Tapi, sekarang tersisa seratusan karena sebagian sudah meninggal dunia," ucap Edi.

Selain mengawal para pengidap yang masih hidup, dia mengungkapkan pihaknya juga berupaya menemukan penderita lainnya yang belum terdeteksi. Agar, dapat diberi obat dan tak menularkan virus HIV ke orang lain. "Kalau dari data Kementerian Kesehatan, di Banjarbaru diprediksi masih ada 500 pengidap HIV yang belum terdeteksi, tahun ini kami baru mendeteksi 34 orang," ungkapnya.

Untuk lebih banyak mendeteksi para pengidap HIV, KPA Banjarbaru tahun ini kembali rutin melaksanakan kegiatan konseling dan tes HIV/AIDS di tempat-tempat berisiko menularnya HIV.

Penularan virus HIV sendiri, dia menyebut sebagian besar melalui hubungan seksual yang tidak menggunakan kondom. Baik pasangan suami istri maupun pasangan di luar nikah. "Tapi yang paling bahaya di luar nikah, baik antara lelaki dengan lelaki atau perempuan dengan lelaki," pungkasnya. (ris/ay/ran)

Editor: miminradar-Radar Banjarmasin

Tags

Rekomendasi

Terkini

EO Bisa Dijerat Sejumlah Undang-Undang

Rabu, 24 April 2024 | 08:00 WIB

Pengedar Sabu di IKN Diringkus Polisi

Rabu, 24 April 2024 | 06:52 WIB

Raup Rp 40 Juta Usai Jadi Admin Gadungan

Selasa, 23 April 2024 | 09:50 WIB

Masih Abaikan Parkir, Curanmor Masih Menghantui

Selasa, 23 April 2024 | 08:00 WIB
X