Pemerintah Harus Jamin Ketersediaan BBM Bersubsidi

- Senin, 21 Oktober 2019 | 10:00 WIB

BANJARMASIN - Kelangkaan bakar minyak subsidi jenis solar untuk angkutan umum dan logistik yang akhir-akhr ini sering terjadi kelangkaan, harus segera diatasi agar perekonomian tidak semakin terpuruk.

Diungkapkan Bambang Haryo Soekartono, anggota DPR RI periode 2014-2019, ia merasa heran terjadi kelangkaan solar subsidi di tengah penurunan ekonomi saat ini. Secara teoritis, permintaan BBM itu semestinya lebih rendah.

Dia menduga, kelangkaan tersebut disebabkan oleh penyalahgunaan solar untuk kepentingan industri, seperti tambang dan perkebunan yang tidak berhak menikmati BBM subsidi.

"Informasi yang kami terima, lebih dari separuh pasokan solar subsidi dipakai oleh pengerit atau pelangsir di beberapa daerah, seperti Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi. BBM itu banyak disalurkan ke industri dan dijual ke pengecer," ungkap Bambang Haryo, Jumat (19/10).

Akibat kelangkaan solar subsidi, truk angkutan barang terpaksa antre hingga berhari-hari hanya untuk mengisi BBM sehingga produktivitas mereka menjadi rendah dan kegiatan logistik terganggu.

Menurut Ketua DPP Partai Gerindra Bidang Maritim ini, kuota solar subsidi yang ditetapkan sebesar 14,5 juta kiloliter pada tahun 2019 sebenarnya lebih dari cukup untuk transportasi umum dan logistik.

Namun, berdasarkan data BPH Migas, realisasi penyaluran solar subsidi per 25 September 2019 sudah mencapai 11,67 juta KL atau 80,46% dari seharusnya 73,42% saja dari kuota.

"Perkiraan saya, penggunaan solar subsidi seharusnya tidak lebih dari separuh kuota itu," ujar Bambang.

BPH Migas sebenarnya sudah mencabut surat edarannya tentang pengendalian kuota solar subsidi sebagai antisipasi over kuota BBM tersebut. Meskipun demikian, menurut dia, kelangkaan solar subsidi masih terjadi di berbagai daerah.

Bahkan, dia mengungkapkan ada indikasi BBM subsidi juga akan dibatasi untuk angkutan penyeberangan dan nelayan. Dia khawatir pembatasan itu tidak hanya memukul usaha penyeberangan, tetapi juga membahayakan keselamatan penumpang.

"Jika BBM subsidi untuk kapal ferry juga dibatasi, akibatnya akan fatal terhadap keselamatan pelayaran. Jangan sampai kapal ferry kehabisan BBM di tengah laut seperti kecelakaan KMP Senopati Nusantara pada akhir tahun 2006. Kapal itu tenggelam akibat stabilitas kapal negatif gara-gara kehabisan BBM di tengah laut," paparnya.

Bambang Haryo menegaskan, subsidi BBM untuk angkutan penyeberangan tidak boleh dikurangi melainkan justru perlu ditambah dengan insentif lain. "Angkutan ferry sangat vital. Selain berfungsi sebagai infrastruktur layaknya jembatan, kapal ferry sekaligus menjadi alat angkut. Ini sebenarnya tugas pemerintah tetapi dilakukan oleh swasta," ujarnya.

Peraih Award Anggota Parlemen Aspiratif 2019 ini meminta pemerintah melalui Kementerian ESDM serius mengawasi penyaluran BBM subsidi agar tepat sasaran. Jika tidak, ESDM bisa-bisa dianggap terlibat dalam penyalahgunaan subsidi BBM yang merupakan tindak pidana korupsi.

"Kami meminta penegak hukum seperti Polri, Kejaksaan Agung, KPK dan BPK, ikut mengawasi penyaluran BBM subsidi ini sebab merugikan keuangan negara, menghambat ekonomi, bahkan mengancam keselamatan publik," tegas Bambang Haryo.(adv/sya/ema)

Editor: miminradar-Radar Banjarmasin

Tags

Rekomendasi

Terkini

Rem Blong, Truk Solar Hantam Dua Rumah Warga

Kamis, 28 Maret 2024 | 19:00 WIB

Masalah Pendidikan Jadi Sorotan Ombudsman

Kamis, 28 Maret 2024 | 16:50 WIB

Gempa 3,3 Magnitudo Guncang Kotabaru

Kamis, 28 Maret 2024 | 15:58 WIB

Januari hingga Maret, 7 Kebakaran di Balangan

Selasa, 26 Maret 2024 | 15:35 WIB
X