Lady Fire: Awalnya Malu, Lalu Ketagihan

- Minggu, 10 November 2019 | 09:25 WIB

Namanya saja Lady Fire, jelas menyangkut kaum hawa. Di sini ada siswi, mahasiswi, ibu rumah tangga, karyawati, bahkan guru TK. Mereka siap bertempur melawan amuk kebakaran.

-- Oleh: MAULANA, Banjarmasin --

PEGANG komper, ulur selang, nyalakan mesin pompa. Ini menu harian Lady Fire. Ada 15 orang relawan perempuan yang tergabung di sini. Usianya antara 16 tahun sampai 40 tahun.

Ada tujuh orang yang berhasil ditemui penulis. Yakni Aulia, Indah, Misna, Dessy, Wiwid, Rima dan Fifah. Mereka baru saja menjuarai lomba ketangkasan damkar di Rantau, Tapin.

Lady Fire dibentuk tiga tahun silam. Per tanggal 1 November tadi, resmi berada di bawah naungan Balakar 654 Banjarmasin.

Penulis mengunjungi mereka di markas BPK/PMK Seberang Masjid di Jalan Pahlawan, Banjarmasin Tengah, Minggu (9/11). Karena belum punya posko sendiri, mereka masih menumpang di sana.

Apa latar belakang mereka? Aulia ternyata mahasiswi yang bekerja sebagai guru TK. Indah bahkan pelajar SMA kelas XI. Tapi Indah pula yang paling supel dan bersemangat dengan wawancara ini.

"Awalnya memang malu-malu ke lokasi musibah. Membaur sama banyak orang. Tapi malunya sudah hilang karena keseringan," kata Indah seraya tergelak.

Dia sudah menjadi relawan damkar sejak bangku SMP. Indah punya pengalaman buruk. Mobilnya pernah terbalik di Jalan Tembus Mantuil saat ngebut menuju lokasi kebakaran.

Bibir dan wajahnya pun terluka. "Tidak jera, malah kian bersemangat. Ayah saya kebetulan anggota BPK, sempat melarang sih. Tapi ketimbang saya keluyuran enggak jelas," tegasnya.

Pernah pula ia bermandikan comberan yang dipenuhi kotoran manusia. Saking semangatnya mencari sumber air, Indah tak menyadari sekotor apa kolom yang diterjuninya.

"Jangankan lumpur atau comberan, tidak dipikirkan lagi. Capek atau lecet, sudah biasa. Tapi ada kepuasan tersendiri di sini," ujarnya.

Tentu tak mudah. Pada awal kemunculannya, Lady Fire kerap dipandang sebelah mata. Ini memang kegiatan yang sangat maskulin. "Cemohan dan sindiran justru semakin menyemangati," tukasnya.

Rata-rata, keluarga mereka memang relawan damkar. "Kami semua dari keluarga BPK. Darah relawan mengalir di tubuh kami," pungkas Indah.

Sedangkan Aulia, sebagai guru TK, ia pernah mengalami hal menggelikan. Selagi mengajar, tiba-tiba terdengar sirine kebakaran. Dia bingung harus berbuat apa.

Halaman:

Editor: miminradar-Radar Banjarmasin

Tags

Rekomendasi

Terkini

X