Daerah Diminta Tertibkan Nama Bangunan Berbahasa Asing

- Kamis, 5 Desember 2019 | 09:54 WIB

BANJARBARU - Pemerintah pusat benar-benar serius ingin menerapkan Peraturan Presiden RI (Perpres) Nomor 63 Tahun 2019 Tentang Penggunaan Bahasa Indonesia. Dalam praktiknya mewajibkan penamaan menggunakan bahasa Indonesia.

Pemerintah daerah pun diminta ikut mengawal penerapan Perpres yang diteken Presiden Joko Widodo pada 30 September 2019 tersebut, dengan cara menertibkan nama bangunan, sarana transportasi, hingga jalan yang menggunakan bahasa asing.

Permintaan itu diutarakan Kepala Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan, Dadang Sunendar saat datang ke Banjarbaru menghadiri Sosialisasi Kebijakan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan di Balai Bahasa Kalsel, kemarin.

Dia mengungkapkan, pemerintah daerah sebaiknya bekerja sama dengan Balai Bahasa untuk menertibkan penamaan banyak hal yang menggunakan bahasa asing. "Sebab, dalam Perpres 63 Tahun 2019 sangat jelas disebutkan bahwa nama jalan, bangunan, permukiman, perhotelan, merek dagang dan lain-lain wajib menggunakan Bahasa Indonesia," ungkapnya.

Dijelaskannya, nama asing hanya boleh digunakan bagi bangunan atau tempat yang memiliki nilai sejarah, budaya, adat istiadat, dan atau keagamaan. "Itupun penilaiannya sangat ketat dan harus ada penjelasannya," jelasnya.

Dadang berharap, masyarakat akan terus mengutamakan Bahasa Indonesia. Sebab, bahasa merupakan simbol negara yang harus dihormati dan dijaga. "Dan hanya bahasa kesatuan Bahasa Indonesia yang bisa menyatukan kita dari Sabang sampai Merauke," bebernya.

Dia mengapresiasi Balai Bahasa Kalsel yang sudah menggelar Sosialisasi Kebijakan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan. Karena, melalui acara itu para peserta yang hadir mulai dari sastrawan, pegiat literasi, guru, dosen dan mahasiswa bisa tahu tentang isi Perpres 63 Tahun 2019.

Sementara itu, Kepala Balai Bahasa Kalsel Imam Budi Utomo lebih rinci menyampaikan, dalam Perpres Nomor 63 Tahun 2019 ada sejumlah jenis bangunan dan jalan yang namanya wajib menggunakan Bahasa Indonesia.

"Pada pasal 33 ayat 2 misalnya, Bahasa Indonesia wajib digunakan pada nama bangunan atau gedung, apartemen, atau permukiman, perkantoran dan kompleks perdagangan yang didirikan atau dimiliki oleh warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia," katanya.

Lanjutnya, jenis bangunan yang dimaksud dalam pasal 33 ayat 2 tersebut yakni, perhotelan, penginapan, bandar udara, pelabuhan, terminal, stasiun, pabrik, menara, monumen, waduk, bendungan, terowongan, tempat usaha, tempat pertemuan umum, tempat hiburan, tempat pertunjukan, kompleks olahraga dan stadion olahraga.

"Rumah sakit, perumahan, rumah susun, kompleks pemakaman, bangunan atau gedung lainnya juga namanya wajib menggunakan Bahasa Indonesia," ujarnya.

Selain bangunan atau gedung, Imam menyampaikan, dalam Pasal 33 Perpres 63/2019, Bahasa Indonesia juga wajib digunakan pada nama jalan. "Jalan yang dimaksud yaitu jalan nasional, provinsi, kabupaten, kota, desa, tol, bebas hambatan hingga jalan khusus," bebernya.

Namun, dia menjelaskan, Perpres 63/2019 juga memberikan pengecualian untuk bangunan dan jalan yang memiliki nilai sejarah, budaya, adat istiadat, dan atau keagamaan. "Bangunan dan jalan jenis tersebut boleh menggunakan bahasa daerah atau bahasa asing. Tapi harus ditulis dengan aksara latin," jelasnya.

Menurutnya, saat ini masih banyak nama bangunan atau gedung yang menggunakan bahasa asing. Termasuk di Kalsel. "Contohnya saja nama hotel. Ada banyak tulisan hotelnya di belakang, layaknya bahasa asing," ujarnya.

Masih banyaknya nama bangunan yang menggunakan bahasa asing, menurutnya lantaran dalam UU 24/2009 tidak ada sanksi terhadap pelanggaran bahasa negara.

Halaman:

Editor: miminradar-Radar Banjarmasin

Tags

Rekomendasi

Terkini

X