Masih Jualan Es Saat Pengumuman Kelulusan Polisi

- Kamis, 12 Desember 2019 | 11:02 WIB

Hari ini ia tepat berulang tahun ke 56 tahun. Guratan wajahnya dalam. Sejak kecil hidup dalam kemiskinan. Berkali-kali mencuri kue untuk menahan lapar. Kini ia jadi orang terpandang.

-- Oleh: Zalyan Shodiqin Abdi, Pulau Laut --

Daeng Pato, anak pertama pasangan Sawala Daeng Tompo dan Mera Daeng Jaya. Lahir di Goa, 12 Desember 1963.

Dibesarkan keluarga petani, Pato hidup pas-pasan. Pun begitu, semangat menuntut ilmu sudah terlihat sejak ia kecil.

Pato kecil merantau ke Makasar. Hanya untuk mengenyam bangku sekolah dasar.

Ujian hidup datang saat ia kelas tiga SMP. Sawala, sang ayah, meninggal karena sakit. Sempat gamang, namun ia memutuskan tetap sekolah.

"Waktu itu saya sudah bercita-cita masuk ABRI," kenangnya kepada penulis awal Desember tadi.

Supaya bisa tetap sekolah, Pato memutuskan jualan. Ke sekolah ia membawa nampan. Isinya kue-kue. Pekerjaan itu ia lakukan sampai SMA.

"Sampai sekarang saya hapal setiap sudut gang di Makasar."

Masa kecil dan remaja ia habiskan untuk belajar dan kerja. Tidak ada waktu main. "Uang penjualan kue memang saya tabung untuk masuk ABRI."

Kelaparan, adalah teman akrab Pato saat itu. Pernah ia numpang di rumah keluarga. Keluarganya itu bos kue. Jika pagi hari, keluarganya makan duluan. Sementara Pato bekerja ini dan itu.

Selesai makan, panci dan segala macamnya sudah bersih. "Jadi giliran saya mau makan semua bersih. Dan saya juga tidak ditawari makan. Malu saya ambil, jadi gak makan saya pagi."

Ketika tiba malam hari, tepatnya tengah malam, Pato tidak bisa tidur. "Tidak bisa tidur kita kalau lapar. Perih perut. Buktikan saja kalau gak percaya."

Tak tahan, ia pun bangun. Diam-diam ke dapur. Biasanya kue jualan yang tidak laku digantung. Pato kemudian membuka bungkusan kue, dan mengeluarkan isinya. Bungkusan itu ia buka sedemikian, jadi seperti dilubangi tikus.

"Biasa dua kue saya makan."

Halaman:

Editor: miminradar-Radar Banjarmasin

Tags

Rekomendasi

Terkini

X