PT. Barito Putera Plantation Tunggu Mediasi Pemda

- Sabtu, 14 Desember 2019 | 02:51 WIB

MARABAHAN - Terkait pemblokiran jalan lahan sawit PT Barito Putera Plantation oleh warga Desa Antar Baru, Humas PT Barito Putera Plantation, Abidin Noor akhirnya memberi keterangan, Jumat (13/12) malam.

"Atas tindakan yang dilakukan warga, kami masih menunggu mediasi yang akan dilakukan oleh Pemerintah Daerah," ujar Abidin Noor kepada Radar Banjarmasin.

Abidin menambahkan, pihaknya akan mengikuti mediasi yang akan dilakukan Pemda. Serta mengikuti apa yang menjadi hasil nantinya. "Menurut keyakinan kami, tanah yang kami tempati, sesuai HGU yang dimiliki. Tidak ada tanah warga," ujarnya.

Berkaitan dengan HGU, Abidin menceritakan, lahan tersebut, berstatus HGU sejak tahun 1998. Yang diperoleh dari bekas perusahaan eks Banjarmasin Agro Wijaya Mandiri. Atau anak perusahan Kodeco yang bangkrut dulunya. "Lahan HGU ini sempat terlantar. Singkat cerita, hingga tahun 2009 Pemkab Batola menggandeng investor. Yaitu almarhum Haji Leman," ceritanya singkat.

Lahan eks Banjarmasin Agro Wijaya Mandiri akhirnya dikuasai PT Barito Putera Plantation di bawah kepemimpinan almarhum H Leman. Dari 6067 hektare lahan, hanya diambil izin lokasi 1500, yang selanjutnya diperluas menjadi 3000 hektare. "Diperbanyak dikarenakan amanat undang-undang untuk adanya 20 persen sawit plasma," ceritanya.

Berkaca dengan sejarah itu, Abidin meyakini tidak ada kepemilikan tanah warga di lahan PT Barito Putera Plantation. Bahkan menurutnya, saat tanah itu dikuasai Banjarmasin Agro Wijaya Mandiri, warga Desa Antar Baru tidak bisa masuk lokasi. "Dulu mencari kayu galam di lokasi itu, harus minta izin pihak perusahaan," ujarnya.

Abidin menambahkan, pihaknya sudah ada iktikad baik dengan warga yang melakukan penguasaan tanah diatas HGU mereka. Pada tahun 2013 diminta melakukan pembebasan tanah oleh masyarakat. Sehingga kita melakukan kesepakatan dengan unsur Muspida dari Kecamatan Marabahan. Yang dibeli bukan tanah, tetapi penguasaan tanah di atas HGU. "Kami luruskan, saat itu kami bukan membeli tanah, tetapi cuma tali kasih dan santunan," ujarnya sembari mengatakan dari 600 KK, hanya 13 KK yang menolak.

Penolakan tersebut menurut cerita Abidin. Juga berujung ke pengadilan. Mereka yang merasa tidak terima mengajukan gugatan ke Pengadilan. Sidang pertama kasus ini berakhir dengan NO (gugatan ditolak karena cacat formil).

"Dulu kasus ini bahkan pernah disidangkan lagi saat mereka punya bukti bari. Tetapi sampai putusan kasasi, hakim memutuskan menyatakan tanah tersebut merupakan tanah negara," ujarnya sembari mengatakan lupa nomor putusan perkara tersebut.

Terakhir, Abidin mengatakan, sebagai warga negara yang taat hukum, pihaknya tetap menunggu mediasi yang akan dilakukan Pemda. Serta demi keamanan bersama, tidak akan melakukan mengganggu portal yang dilakukan warga. "Kami tetap menunggu mediasi yang kabarnya akan secepatnya dilakukan oleh Pemda," ungkapnya sembari mengatakan mediasi akan dilakukan langsung oleh Bupati Batola Normiliyani. (bar/by/bin)

Editor: berry-Beri Mardiansyah

Tags

Rekomendasi

Terkini

Pertanyakan Konsistensi Dinas PUPR

Selasa, 23 April 2024 | 08:45 WIB
X