Naik Naga, Jadi Perhatian Warga, Dari Puncak Hari Jadi ke 60 Kabupaten HST

- Rabu, 25 Desember 2019 | 13:15 WIB

Puncak perayaan Hari Jadi ke 60 Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST) yang digelar di Lapangan Dwi Warna Barabai, kemarin (24/12) siang, menjadi pusat perhatian. Terlebih, ketika Tuan Rumah dan Tamu Kehormatan, diarak berkeliling dengan menaiki naga. 

-- Oleh: WAHYU RAMADHAN, Barabai --

Naga yang dimaksud, tentu bukan makhluk mitologi berwujud reptil berukuran raksasa yang kerap muncul di layar kaca. Melainkan, kendaraan roda empat namun berkepala naga.

Tampilan kendaraan itu cukup mencolok. Di bagian atasnya, dibangun singgasana bak pelaminan yang biasa diduduki oleh raja beserta permaisurinya. Di bagian depan kendaraan, ornamen berupa dua kepala naga bermahkota, tampak melotot dengan gagah. Sementara di bagian belakang kendaraan, duduk sejumlah pemuda asal Sanggar Bima Cili, memainkan alat musik berupa gamelan.

Kemarin (24/12) siang, Bupati HST, H A Chairansyah dan Sekretaris daerah Provinsi Kalsel, H Haris Makkie, duduk di atas singgasana kendaraan itu. Keduanya, diarak diseputaran Barabai. Sontak saja, hal ini menjadi tontonan mengasyikkan bagi masyarakat yang tinggal di Kabupaten bergelar Bumi Murakata (Mufakat Rakat Seiya-sekata: red).

Baarak Naga, demikian masyarakat menyebutnya. Tradisi ini sudah berlangsung sejak ratusan tahun lamanya, dan masih lestari hingga kini. Tradisi ini, hanya ada di saat acara-acara tertentu. Yakni, ketika prosesi ritual atau hajatan, hingga menyambut tamu kehormatan.

Adalah Ansyari Rahmat, seniman asal Desa Tatah Barikin, yang merupakan pembuat kendaraan naga, itu. Dia menuturkan, salah satu alasan yang menjadikan penggunaan kendaraan ini tidak bisa sembarangan, adalah karena ornamen kepala naga, itu hanya dipasang di kendaraan raja saja.

Selain itu, proses pembuatannya pun tergolong cukup memakan waktu dan harus melewati beberapa ritual lainnya.

“Bila merangkai kendaraannya, memang cuma sebentar. Hanya perlu waktu sepekan. Tapi, proses pembuatan ornamen kepala naganya itu yang lama,” ungkapnya.

Ansyari menuturkan, ornamen kepala naga itu dipasang berpasangan. Ada naga jantan dan naga betina. Yang jantan dan berwarna kecokelatan bernama Gauk Salimburan Alam. Sementara pasangannya, naga berwana putih bernama Salera Puspa kencana.

“Yang dibuat terlebih dahulu naga betina. Prosesnya memakan waktu dua tahun. Disusul kemudian yang jantan, memakan waktu satu tahun,” jelasnya.

Kemudian. Sebelum memulai proses pembuatan kedua kepala naga, Ansyari mengaku terlebih dahulu melakukan ritual ‘Badudus’ atau dalam masyarakat Banjar biasa disebut dengan ritual mensucikan diri. Selain ‘Badudus’, dirinya juga menggelar selamatan dengan menyediakan berpuluh-puluh macam kue. Berdoa kepada Tuhan, dengan harapan dimudahkan dalam proses pembuatannya.

Dibuat dengan bahan dasar kayu yang dipahat, kedua kepala naga itu tampak tak kalah eksotik. Terlebih, keduanya juga dipolesi dengan pewarna yang sedemikian rupa, hingga menimbulkan kesan gagah, berwibawa dan tentu saja mewah.

Lantas, mengapa harus ornamen kepala naga betina dahulu yang dibuat? Ansyari mengungkapkan bahwa hal itu diibaratkan layaknya ujian. Pembuatan ornamen kepala naga betina, cukup rumit. Terutama dalam hal ukiran dan detail.

“Bila selesai, maka akan mudah untuk membuat kepala naga yang jantan,” ungkapnya.

Halaman:

Editor: miminradar-Radar Banjarmasin

Tags

Rekomendasi

Terkini

Pertanyakan Konsistensi Dinas PUPR

Selasa, 23 April 2024 | 08:45 WIB

Kebakaran, Duit Sisa THR Ikut Hangus

Sabtu, 20 April 2024 | 09:15 WIB
X