Warning..! Bekantan Diprediksi 10 Tahun Lagi Punah

- Sabtu, 28 Desember 2019 | 08:55 WIB

BANJARMASIN – Sepuluh tahun dari sekarang, mungkin nama Bekantan hanya dikenal lewat kisah dan cerita dari orang-orang tua. Sosoknya hanya bisa dilihat dari foto jejak digital.

Monyet berhidung panjang dengan nama latin Nasalis Larvatus ini, habitatnya diprediksi akan punah paling lama 10 tahun ke depan. Kepunahan Bekantan ini sebuah keniscayaan jika tak dilakukan konservasi secara maksimal.

Founder komunitas Sahabat Bekantan Indonesia (SBI), Amalia Rezeki mengungkapkan, dari data yang pernah dirilis pihaknya tahun 2013 lalu, ada sebanyak 5.000 ekor Bekantan yang tersebar di Kalsel.

Namun seiring waktu, jumlahnya terus mengalami penurunan, terutama habitat yang berada di luar kawasan konservasi. Amalia memperkirakan, jumlahnya yang tersisa saat ini sekitar 2.500 ekor.

“Status Bekantan saat ini dalam kategori terancam atau Endangered,” sebut Amalia di sela sosialisasi edukasi Peran Millennial Dalam Upaya Pelestarian Bekantan dan Ekosistem Lahan Basah, di Banjarmasin kemarin.

Secara jujur dia menyebut habitat Bekantan di Kota Banjarmasin sudah mengalami kepunahan lokal, lantaran jumlahnya tak mencapai satu populasi. Salah satu faktornya adalah habitatnya menjadi kawasan perumahan. “Sekarang hanya tersisa di 12 kabupaten dan kota,” ujarnya.

Tak ada kata lain, agar tak tergerus karena imbas pembangunan perumahan, pemerintah harus serius melindungi. Pihaknya mengharapkan pemerintah mengeluarkan kebijakan khusus saat ingin melakukan pembangunan perumahan di kawasan ekosistem Bekantan.

SBI sebutnya, tak bisa berbuat banyak ketika dinamika peduduk terus mengalami kenaikan. Praktis, pembangunan akan terus dilakukan.

“Namun, ketika pembangunan berkonsep green, maka habitat yang ada di kawasan tersebut tetap terlindungi. Ini yang kami harapkan,” pintanya.

Di daerah lain, tak hanya tergerus oleh perumahan. Habitat Bekantan juga terganggu oleh maraknya pembukaan lahan dan aktivitas pertambangan serta perkebunan kelapa sawit yang tak menerapkan prinsip lingkungan.

Sepanjang tahun 2019, SBI bersama Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalsel sudah menyelamatkan 11 ekor Bekantan. Mirisnya, dua ekor harus meninggal lantaran sudah tua dan mengalami sakit parah. “Untungnya 9 ekor berhasil kami lepasliarkan,” beber Amalia.

Agar tak cepat punah, solusi yang paling bijak adalah membentuk kawasan ekosistem esensial (KEE). KEE adalah ekosistem di luar kawasan hutan konservasi yang secara ekologis penting bagi konservasi keanekaragaman hayati. KEE mencakup ekosistem alami dan buatan yang berada di dalam dan di luar kawasan hutan.

KEE ini sangat berperan penting dalam mendukung perlindungan keanekaragaman hayati (ekosistem, spesies, dan keanekaragaman genetik), termasuk melindungi terancamnya kepunahan.

“Tak bisa dipungkiri, kawasan konservasi semakin lama semakin penuh, KEE ini solusi paling bijak,” kata Amalia.
 
Dia mencontohkan, KEE ini berhasil diterapkan di luar negeri. Seperti di Australia, yang memiliki KEE untuk Koala hingga bisa bertahan hidup di kawasan permukiman warga. Melalui KEE daya dukung satwa akan terpenuhi.

“Mereka (satwa) akan menggangu ketika daya dukungnya tak terpenuhi. Jika terpenuhi, mereka tak akan mengganggu dan tak masuk ke permukiman warga,” tandasnya.

Halaman:

Editor: berry-Beri Mardiansyah

Tags

Rekomendasi

Terkini

Pertanyakan Konsistensi Dinas PUPR

Selasa, 23 April 2024 | 08:45 WIB
X