Melihat Sisi Lain Karna, Penutup Sendratasik Berkarya IX

- Senin, 6 Januari 2020 | 10:46 WIB
GUGUR: Adipati Karna gugur dalam perperangan Batarayuda. Setelah melawan Arjuna dari Pandawa, yang tak lain adalah saudaranya. Kematian Karna tergambar apik oleh puluhan seniman muda Sendratasik 2016-2017.
GUGUR: Adipati Karna gugur dalam perperangan Batarayuda. Setelah melawan Arjuna dari Pandawa, yang tak lain adalah saudaranya. Kematian Karna tergambar apik oleh puluhan seniman muda Sendratasik 2016-2017.

Pagelaran seni perwayangan bertajuk 'Karna' menjadi rangkaian pamungkas dalam perhelatan Sendratasik Berkarya IX. Sajian apik dari mahasiswa Sendratasik 2016-2017 itu resmi ditutup Minggu (4/1) malam.

Menampilkan keseninan wayang kulit Banjar, yang dipadu dengan seni tari dan musik. Penampilan sekitar 60 seniman muda itu disambut riuh tepuk tangan penonton yang memadati Open Space Universitas Lambung Mangkurat.

Tokoh Karna digambarkan kokoh dengan pendiriannya. Ia menjunjung tinggi nilai-nilai kesatria, meski kasta menempatkannya pada bagian yang sulit untuk menjadi kesatria sejati.

Karna sebenarnya adalah anugerah Dewa Surya kepada Kunti. Yang didapat ketika Kunti melapalkan mantera dalam puja pagi hari. Meski menolak, anugerah itu tetap menjadi konsekuensinya.

Tak mungkin bagi Kunti, seorang putri kerajaan membesarkan seorang bayi. Ia kemudian menghanyutkan Karna yang kemudian ditemukan Radha, istri kusir kuda Adirata. Dalam panggung tersebut digambarkan, Kunti dan Radha bertolak punggung, ekspresi pun berbeda. Radha bahagia, Kunti nestapa.

Karna dibesarkan dalam keluarga sederhana. Namun begitu, mimpi besarnya adalah menjadi kesatria. Bersama sang ayah, mereka pergi ke berbagai perguruan. Ditolak di mana-mana karena kasta. Singkat cerita, Karna mendapat pendidikan kesatria dengan Pasurama. Dinobatkan menjadi Raja Angga, sehingga berhak bertarung melawan Arjuna dari Pandawa.

Bharatayuda atau perang besar antara Pandawa melawan Kurawa jadi klimaks pementasan ini. Di akhir, menyisakan antara Arjuna dan Karna yang saling bertaruh. Keduanya digambarkan dalam siluet wayang kulit. Lengkap dengan pertarungan antar prajurit di sisi kiri dan kanan, sebagai ilustrasi perperangan besar kala itu.

Akhir cerita, Karna mati di tangan Arjuna. Kematiannya justru digambarkan indah. "Karna adalah salah satu pahlawan dalam epos Mahabrata, yang ketika matinya, dewa-dewa menyambutnya dengan wewangian nirwana," tulis Novyandi, Dosen Sendratasi ULM, dalam press release pementasan Karna.

"Pementasan ini mengajak penonton untuk melihat sisi lain dari sosok Karna," ucap Bayu Bastari, sutradara pementasan tersebut. Karna dihadapkan pada posisi yang sulit. Meskipun pada akhirnya kebenaran menunjukkan bahwa dirinya putra kandung Kunti, ia memilih untuk setia pada keluarga yang mengasuhnya. Lebih-lebih, bersekutu di pihak Kurawa, yang telah mengangkat derajatnya menjadi Raja Angga.

Di sisi lain, penampilan berdurasi 1,5 jam itu merupakan buah dari proses yang panjang. Lima bulan lamanya persiapan. Terlebih Sendratasik IX tak hanya soal Karna.

Gelaran ini diproyeksikan sejak 1-4 Januari lalu. Meliputi opening dan peresmian Sendratasik IX di hari pertama. Hari kedua dan ketiga dikemas dalam Panggung Apresiator. Dan ditutup dengan Perwayangan Karna.

Pimpinan Produksi gelaran tersebut, Muhammad Julfarid Ansyar menyimpan harapan besar. Sendratasik Berkarya IX menjadi ruang seni di Kalimantan Selatan, sekaligus mengedukasi warga Banua tentang seni perwayangan.

"Bukan sekadar tugas kuliah. Sendratasik Berkarya IX bisa menjadi ruang seni dan edukasi bagi masyarakat Kalsel, untuk lebih mengenal Wayang Kulit Banjar. Semoga terhibur," pungkas Ansyar. (tia/fud/ema)

Editor: miminradar-Radar Banjarmasin

Tags

Rekomendasi

Terkini

Raffi-Nagita Dikabarkan Adopsi Bayi Perempuan

Senin, 15 April 2024 | 11:55 WIB

Dapat Pertolongan saat Cium Ka’bah

Senin, 15 April 2024 | 09:07 WIB

Emir Mahira Favoritkan Sambal Goreng Ati

Sabtu, 13 April 2024 | 13:35 WIB
X