Berkemah di Pinggir Sungai Batang Alai: Air Bah Tiba-Tiba Datang di Pagi yang Dingin

- Rabu, 8 Januari 2020 | 14:33 WIB
MENYEJUKKAN: Panorama alam di Tabur Pasir, Desa Nateh, sebelum dilanda air bah, pada Minggu (5/1) pekan lalu. Tampak seorang penduduk membawa ternaknya menyeberangi sungai yang jernih. | FOTO: WAHYU RAMADHAN/RADAR BANJARMASIN
MENYEJUKKAN: Panorama alam di Tabur Pasir, Desa Nateh, sebelum dilanda air bah, pada Minggu (5/1) pekan lalu. Tampak seorang penduduk membawa ternaknya menyeberangi sungai yang jernih. | FOTO: WAHYU RAMADHAN/RADAR BANJARMASIN

Gemar berwisata di kawasan pegunungan? Berhati-hatilah. Di musim penghujan, jangan coba-coba berkemah tepat di pinggir sungai. Air bah bisa datang tiba-tiba menerjang semuanya. 

-- Oleh: WAHYU RAMADHAN, Barabai --

Langit di kawasan Desa Nateh, membiru. Matahari pun bersinar terik pada Sabtu (4/1) pekan itu. Menghabiskan waktu akhir pekan di kawasan ini merupakan pilihan yang pas. Bukan tanpa alasan. Desa yang berjarak sekira 28 kilometer dari Barabai yang menjadi pusat Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST), itu menyuguhkan panorama alam yang memukau.

Deretan karst yang kekar menjulang tinggi, hingga aliran air Sungai Batang Alai yang dingin. Tempat yang nyaman untuk mencari ketenangan. Mengendarai kendaraan roda dua, penulis bersama seorang rekan pegiat wisata alam bebas, M Hudari, tiba di sebuah tanah lapang berpasir dan berbatu. Oleh penduduk Desa Nateh dinamai Tabur Pasir.

Dinamakan demikian, karena kawasan ini dulunya dijadikan sebagian penduduk sebagai tempat mengambil batu sungai dan pasir, untuk kemudian dijual. Selain penulis, beberapa saat kemudian, datang tiga orang rekan lainnya. Badru Alam, Heri Kurniawan dan Ahmad Fahmi. Ketiganya juga pegiat wisata alam bebas.

Tabur Pasir menjadi lokasi yang cukup strategis untuk mendirikan kemah. Tidak perlu repot berjalan kaki, karena kendaraan bisa langsung dibawa ke lokasi. Di samping tanah lapangnya, ada sungai yang berjeram, dengan berdinding karst. Dan tentu saja, hawa pegunungan yang sejuk.

Bersama Hudari, penulis mendirikan tenda dengan jarak lima belas meter dari sungai. Hal yang sama dilakukan oleh tiga rekan lainnya. Melihat cuaca yang cerah sore itu, maka tidak ada kekhawatiran bila mendirikan kemah berdekatan dengan sungai.

“Kalau air sungainya pasang, tidak sampai ke tenda ini kok, Bang. Aman. Paling, cuma sampai di bebatuan itu,” ucap Hudari meyakinkan. Dia juga mengaku kerap berkemah di kawasan itu. Memang, tidak ada tanda-tanda hujan bakal turun Sabtu (4/1) itu. Hingga sore hari, cuacanya begitu sangat bersahabat. Kecuali malam hari. Rembulan yang semula bersinar terang, kini dirubung awan hitam.

Tidak sampai di situ. Tepat di pertengahan malam, hujan gerimis pun mengguyur wilayah Tabur Pasir. Malam itu hujan turun dua kali. Tidak deras. Dan tidak memakan waktu lama. Hanya sekira 10 hingga 15 menit.

Semalam suntuk, penulis bersama tiga rekan lainnya hanya bisa meringkuk, bercengkrama, sembari menyeruput bergelas-gelas kopi. Sesekali, alat penerangan berupa senter diarahkan ke sungai, memantau debit air, apakah bakal naik atau tidak.

Menjelang waktu subuh, tidak ada tanda-tanda air meninggi atau terjadi bah. Namun, semuanya berubah, tepat pukul tujuh pagi. “Air bah Bang, cepat keluar dari tenda,” ucap Badru, sembari menepuk-nepuk tenda.  Penulis tersentak kaget. Membuka tenda, air sungai sudah meluap hingga mendekati posisi tenda. Jaraknya air hanya sekira lima sentimeter dari sisi tenda.

Air sungai, di Minggu (5/1) pagi yang murung, itu berubah warna menjadi kecokelatan. Selain debit air yang naik, arusnya juga cukup deras. Tampak potongan pohon yang sudah lapuk dan berbagai ukuran, terombang ambing di sungai. Kemudian hanyut.

Bersama-sama rekan lainnya, penulis bergegas mengepak tenda. Mengumpulkan properti yang kami bawa untuk berkemah, kemudian berpindah ke tempat yang lebih tinggi. Tentu saja, agar aman dari luapan dan terjangan air bah yang datang. Kami benar-benar keliru dan salah menebak. Rupanya, di kawasan pegunungan sudah lebih dulu turun hujan yang cukup deras malam itu, hingga paginya mengantarkan air ke tempat kami berkemah.

Pada 31 Desember 2019 lalu, Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Hulu Sungai Tengah (BPBD HST), Budi Haryanto, sudah mengeluarkan imbauan kepada masyarakat di Kabupaten HST. Untuk lebih waspada terhadap luapan air, mengingat intensitas curah hujan yang cukup meningkat. “Terlebih, masyarakat yang tinggal di kawasan bantaran sungai,” ucapnya.

Halaman:

Editor: miminradar-Radar Banjarmasin

Tags

Rekomendasi

Terkini

Kebakaran, Duit Sisa THR Ikut Hangus

Sabtu, 20 April 2024 | 09:15 WIB
X