Terasing di Musim Hujan, Mau Pulang Tipis Kemungkinan

- Sabtu, 11 Januari 2020 | 08:49 WIB
DIKELILINGI AIR: Suasana pemukiman di kawasan trans Lajar-Pupuyuan di Kecamatan Lampihong dikelilingi air.
DIKELILINGI AIR: Suasana pemukiman di kawasan trans Lajar-Pupuyuan di Kecamatan Lampihong dikelilingi air.

Sepuluh tahun menghuni wilayah transmigrasi di Desa Lajar-Pupuyuan, Kecamatan Lampihong, Kabupaten Balangan, warga di sana hampir menyerah dengan keadaan. Pemukiman yang dikelilingi air membuat mati akal.

=======================

WAHYUDI, Balangan.

======================

MUSIM hujan yang menyapa setiap tahunnya, selalu membawa perasaan waswas bagi warga trans yang bermukim di wilayah Desa Lajar-Pupuyuan, Kecamatan Lampihong, Kabupaten Balangan. Sebagai daerah yang memiliki daratan terendah di Kecamatan Lampihong, tak heran jika kawasan trans Matang Hanau - Pupuyuan yang dihuni sekitar 200 kepala keluarga itu menjadi tempat penampungan air.

Saat musim hujan ketinggian air mencapai sepinggang orang dewasa. Saat musim kemarau pun meski tidak tinggi, namun tetap saja eks kawasan transmigrasi tersebut terendam dan dikelilingi air. Baru-baru tadi pemerintah daerah setempat memang sudah melakukan pengerukan sungai untuk memperlancar arus air.

Namun, pembuangan air yang tidak jelas, membuat banjir tetap tak bisa terhindarkan bila memasuki musim hujan. “Rasanya sedih, kami serasa terasingkan. Tidak bisa berbuat apa-apa,” keluh Aud, warga setempat kepada wartawan saat berkunjung ke sana, Rabu (8/1) kemarin.

Air yang merendam sepanjang tahun tak jarang menjadi penghalang utama dan memaksa warga mencari alternatif usaha lain. Diakui warga asal Jawa Barat ini, selalu ada program pemerintah untuk memberdayakan warga trans Lajar-Pupuyuan. Namun, semuanya terhenti di tengah jalan saat musim hujan tiba.

Sempat bernafas lega dengan modal mesin daur ulang kertas bantuan dari pemerintah, serta banyak menerima orderan dari perusahaan.  Namun, akses jalan yang putus dalam waktu lama lantaran terendam air membuat usaha itu pun kemudian gulung tikar.

Gudang serta peralatan daur ulang kertas terbengkalai. Tumpukan kertas bekas menggunung, kesannya pun seperti bangunan tua yang dihuni oleh makhluk-makhluk astral. Warga mencari peluang usaha lain dengan berkebun sayur-sayuran, sempat juga berkebun sawit.

Namun, kelebihan debit air rawa yang asam, kembali menjadi penyebab tanaman yang ditanam kemudian layu dan tak bisa dipanen. Warga lainnya, Sri, mengaku pasrah saja. Ia hanya mengharap perhatian lebih dari pemerintah untuk menemukan jalan keluar dari penderitaan warga trans yang sudah dijalani selama bertahun-tahun tersebut. “Mau pulang kampung sudah tipis kemungkinan. Bertahan di sini ya begini, tidak ada kemajuan. Hidup segan mati tak mau,” keluhnya.

Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Balangan, Syarwani saat dikonfirmasi, Kamis (9/1), mengatakan, saat ini pihaknya masih mempelajari kondisi trans Matang Hanau–Pupuyuan ini. Ia sendiri baru dua bulan menjabat di Disnakertrans Balangan.

“Kita akan pelajari dulu bagaimana anggaran 2020 ini. Kalau memang ada yang mengarah ke pembinaan warga trans di sana, maka akan kita maksimalkan. Mungkin salah satunya dengan memberi pelatihan di Balai Latihan Kerja (BLK) bagi sebagian warganya,” ujar Syarwani.

Ditambahkan Kabid Transmigrasi Disnakertrans Balangan, Arbain, terkait pembuangan air di wilayah trans, seharusnya melibatkan pihak pemerintah provinsi. Karena, kata dia, pembuangan air hanya bisa dilakukan ke wilayah Kabupaten Tabalong. Sementara Pemkab Balangan tidak punya wewenang atas hal itu. (by/bin)

Editor: berry-Beri Mardiansyah

Tags

Rekomendasi

Terkini

Banjarmasin Pulangkan 10 Orang Terlantar

Jumat, 26 April 2024 | 14:30 WIB
X